Pengunjung

Rabu, 05 Maret 2014

Materi PKn Kelas VII: Norma-Norma dalam Masyarakat

Materi PKn Kelas VII: Norma-Norma dalam Masyarakat


1.1 Hakekat Norma –norma, Kebiasaan, Adat Istiadat, Peraturan yang Berlaku dalam Masyarakat

A. Pengertian Norma
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari aturan-aturan hidup yang berlaku. Aturan-aturan tersebut yang sering disebut norma. Dengan demikian norma adalah kaidah atau aturan yang disepakati dan memberi pedoman bagi perilaku para anggotanya dalam mewujudkan sesuatu yang dianggap baik dan diinginkan. Singkatnya, norma adalah kaidah atau pedoman bertingkahlaku berisi perintah, anjuran dan larangan.

B. Macam-macam Norma
Kita dapat membedakan beberapa macam norma berdasarkan sumber/asal usulnya dan berdasarkan daya mengikatnya. Berdasarkan sumber/asal-usulnya, norma dapat dibagi menjdi norma agama, norma kesusilaan,norma kesopanan dan norma hukum. Sedangkan berdasarkan daya mengikatnya norma dapat dibagi menjadi cara(usage), kebiasaan, tata kelakuan, dan adat istiadat.

Pembagian norma berdasarkan sumber/asal usulnya dapat diperhatikan melalui tabel berikut:


No
Norma
Pengertian
Contoh
Sanksi
1
Agama
Petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang disampaikan melalui utusannya yang berisi perintah, larangan atau anjuran
a.    Shalat
b.    Tidak berjudi
c.     Suka berbuat baik, dll
Umumnya tidak langsung karena diberikan setelah meninggal dunia
2
Kesusilaan
Aturan yang datang atau bersumber dari hati nurani manusia (insan kamil) tentang baik buruknya suatu perbuatan
a.    Berlaku jujur
b.    Bertindak adil
c.    Meng-hargai orang lain
Tidak tegas, karena hanya diri sendiri yang merasakan (Merasa bersalah, malu, menyesal, dsb.)
3
Kesopanan
Peraturan hidup yang timbul dari hasil pergaulan segolongan manusia di dalam masyarakat dan dianggap sebagai tuntutan pergaulan sehari-hari
Norma kesopanan ini bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan dan waktu
a.   Meng-hormati orang yang lebih tua
b.   Tidak berkata kasar
c.   Menerima dengan tangan kanan
d.   Tidak boleh meludah disemba-rang tempat
Tidak tegas tapi dapat diberikan oleh masyarakat berupa celaan, cemoohan atau dikucilkan dari pergaulan.
4
Hukum
Norma hukum adalah pedoman hidup yang dibuat dan dipaksakan oleh negara.
Ciri norma hukum antara lain adalah diakui oleh masyarakat sebagai ketentuan yang sah dan ada penegak hukum sebagai pihak yang berwenang memberikan sanksi
Tujuan utama norma hukum adalah menciptakan suasana aman dan tentram dalam masyarakat.
a.  Harus tertib
b.  Harus sesuai aturan
c.  Dilarang mencuri, membu-nuh, meram-pok, dsb.
Tegas, Nyata, mengikat dan bersifat memaksa.


Sedangkan pembagian norma berdasarkan daya mengikatnya adalah sebagai berikut:
1. Cara (Usage) adalah norma yang paling lemah daya mengikatnya. Cara atau usage lebih menonjol dalam hubungan antar individu. Orang-orang yang melanggarnya paling-paling akan mendapat cemoohan atau ejekan saja. Contoh: ketika selesai makan seseorang bersendawa atau mengeluarkan bunyi sebagai tanda kekenyangan. Tindakan tersebut dianggap tidak sopan, dan oleh karena orang tersebut akan mendapat ejekan/cemoohan.
2. Kebiasaan, adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama karena orang banyak menyukai dan menganggap penting dan karenanya juga terus dipertahankan. Daya mengikatnya lebih tinggi dibandingkan cara atau usage. Selain hanya merupakan soal rasa atau selera belaka, kebiasaan merupakan tindakan yang berkadar moral kurang penting. Bila orang tidak melakukannya, maka akan dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Setiap perilaku yang menyimpang (berlainan) dari yang umum selalu mengundang gosip atau tertawaan orang lain, namun tidak dihukum atau dipenjara. Contoh, Jika mau masuk ke rumah orang harus permisi dulu dengan mengetuk pintu, menghormati orang yang lebih tua, kebiasaan menggunakan tangan kanan ketika hendak memberikan sesuatu kepada orang lain, dan sebagainya.
3. Tata Kelakuan, merupakan kebiasaan tertentu yang tidak sekedar dianggap sebagai cara berperi laku, melainkan diterima sebagai norma pengatur. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dalam kelompok manusia dan dilaksanakan sebagai alat kontrol oleh masyarakat terhadap anggotanya. Tata kelakuan memaksakan suatu perbuatan sekaligus melarang perbuatan tertentu. Pelanggaran terhadap tata kelakuan adalah sanksi yang agak berat, seperti dikucilkan secara diam-diam dari pergaulan. Contoh: berciuman di depan umum, berpakaian sangat minim dan sebagainya.
4. Adat Istiadat merupakan aturan yang sudah menjadi tata kelakuan dalam masyarakat yang sifat kekal serta memiliki keterpaduan (integritas) yang tinggi dengan pola perilaku masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menerima sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlukan. Contoh hukum adat yang melarang terjadinya perceraian antara suami isteri yang berlaku di daerah Lampung. Suatu perkawinan dinilai sebagai kehidupan bersama yang sifatnya abadi dan hanya dapat terputus apabila salah satu meninggal dunia. Apabila terjadi perceraian, maka tidak hanya yang bersangkutan yang tercemar namanya, tetapi seluruh keluarga dan bahkan seluruh suku. Untuk menghilangkan kecemaran tersebut diperlukan suatu upacara adat khusus dan membutuhkan biaya besar. Biasanya orang yang melakukan pelanggaran tersebut dikeluarkan dari masyarakat itu. Juga keturunannya sampai dia dapat mengembalikan keadaan yang semula.


Latihan Uji Kompetensi
1. Apa yang dimaksud norma?
2. Jelaskan (dan berikan contoh) yang dimaksud:
a. Norma agama
b. Norma kesusilaan
c. Norma kesopanan
d. Norma hukum
3. Apa yang dimaksud kebiasaan?
4. Jelaskan pula yang dimaksud norma adat?
5. Jelaskan perbedaan cara (usage), kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat!
6. Jelaskan manfaat norma bagi kehidupan manusia!


Uji Kompetensi

I. Pilihlah salah satu jawaban di bawah ini dengan cara memberi tanda silang (X) pada alternatif yang benar atau paling benar di antara empat kemungkinan jawaban yang tersedia!
1. Peraturan hidup yang berasal dari Tuhan disebut norma ...
A. kesusilaan
B. hukum
C. agama
D. kesopanan
2. Jangan meludah disembarang tempat. Hal tersebut merupakan contoh norma ....
A. kesusilaan
B. hukum
C. agama
D. kesopanan

3. Norma yang sanksinya berupa rasa menyesal dinamakan norma
A. kesusilaan
B. hukum
C. agama
D. kesopanan
4. Sedangkan norma yang sanksinya dapat berupa cemoohan dari orang lain, dibicarakan bahakan diusir dari kelompok masyakat tertentu dinamakan norma ....
A. kesusilaan
B. hukum
C. agama
D. kesopanan

5. Kelebihan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya adalah, manusia dikaruniai….
A. bentuk fisik yang sempurna
B. rasa malu
C. akal pikiran
D. hat nurani
6. Kaidah atau norma yang jenis sanksinya berupa pengusiran dari kelompoknya dinamakan kaidah….
A. kesusilaan
B. adat atau kemasyarakatan
C. agama
D. hukum
7. Manakah di antara kaidah hidup di bawah ini yang mempunyai sanksi paling tegas, baik di dunia maupun di akherat?
A. kesusilaan
B. adat atau kemasyarakatan
C. agama
D. hukum
8. Tujuan yang paling mendasar diciptakannya kaidah atau norma dalam masyarakat adalah untuk mewujudkan….
A. kepastian hukum
B. ketertiban dalam masyarakat
C. keadilan sosial
D. kebahagiaan bagi masyarakat

9. Manakah di antara perbuatan di bawah ini yang bisa dikatagorikan bentuk pelanggaran terhadap keempat norma yang ada dalam masyarakat ?
A. mencuri
B. memberikan warisan kepada pihak perempuan saja
C. memfitnah
D. menghina tetangga
10. Norma mempunyai fungsi yang sangat penting dalam masyarakat, yaitu untuk....
A. menegakkan keadilan
B. menegakkan kebenaran
C. menciptakan ketertiban
D. mewujudkan kebersamaan


1.2 Hakekat dan Arti Penting Hukum bagi Warga Negara

A. Pengertian Hukum
Di atas telah dijelaskan bahwa hukum merupakan salah satu jenis norma. Apa yang dimaksud hukum? Banyak pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian hukum. Salah satunya yang menyatakan bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat.
Berdasarkan pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa unsur dan ciri hukum.
1) Unsur-unsur hukum, meliputi:
a) Peraturan yang dibuat mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c) Peraturan itu bersifat memaksa
d) Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
2) Ciri-ciri hukum adalah:
a) Adanya perintah dan/atau larangan
b) Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi/ditaati oleh setiap orang.

B. Tujuan Hukum dan Arti Pentingnya Hukum
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang tujuan adanya hukum, antara lain sebagai berikut
a) Menurut Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil
b) Menurut Van Kan, tujuan hukum adalah untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.
c) Menurut E. Utrecht, tujuan hukum adalah bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.
d) Menurut Mochtar Kusumaatmadja, tujuan hukum adalah terpelihara dan terjaminnya keteraturan dan ketertiban.
Berdasarkan pendapat di atas jelaslah bahwa hukum memiliki kedudukan yang penting untuk mengatur kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Setiap warga negara tentu diharapkan memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi. Kesadaran hukum di sini diartikan sebagai kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Orang yang memiliki kesadaran hukum akan memiliki ciri-ciri:
a) Mengetahui tentang hukum atau peraturan yang ada
b) Mengetahui isi dari hukum atau peraturan tersebut
c) Bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntutan isi hukum tersebut.

Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum kita, kita dapat mengevaluasinya dengan menjawab pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda (v) secara jujur:


No
Pernyataan/Pertanyaan
Option
Ya
Tidak
1
Apakah kita sudah mematuhi aturan atau peraturan yang berlaku
2
Apakah kita mematuhi suatu aturan/peraturan karena merasa takut dihukum, takut pada atasan atau takut pada hal lainnya
3
Apakah kita mematuhi suatu aturan/peraturan karena karena ingin dipuji
4
Apakah kita mematuhi suatu aturan/peraturan karena kita merasa diuntungkan
5
Apakah kita mematuhi suatu aturan/peraturan karena kita menyadari akan pentingnya aturan atau peraturan tersebut
Latihan Uji Kompetensi
1. Apa yang dimaksud hukum?
2. Sebutkan unsur-unsur hukum!
3. Tuliskan ciri-ciri hukum!
4. Tuliskan tujuan diadakannya hukum!
5. Jelaskan arti penting hukum bagi warga negara!

C. Pembagian Hukum
Pembagian hukum antara lain dapat dilihat dari sumbernya, bentuk, cara mempertahankan, sifat dan isinya. Menurut sumbernya hukum terdiri dari hukum undang-undang; hukum kebiasaan, hukum traktat, dan hukum yurisprudensi. Menurut bentuknya hukum terdiri dari hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Menurut cara mempertahankan hukum terbagi dalam hukum materil dan hukum formil. Sedangkan menurut isinya hukum terdiri dari hukum privat (sipil) dan hukum publik (hukum negara). Hukum privat itu sendiri terbagi dua, yakni hukum perdata dan hukum dagang; sedangkan hukum publik terbagi empat yakni: hukum tata negara; hukum administrasi negara; hukum pidana dan hukum internasional. Untuk lebih jelasnya perhatikan bagan berikut ini:


1) Menurut sumbernya, hukum terdiri dari:
a) Hukum Undang-undang adalah hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
b) Hukum Kebiasaan adalah hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat)
c) Hukum traktat, adalah hukum yang merupakan hasil perjanjian antara negara
d) Hukum Yurisprudensi adalah hukum yang terbentuk karena putusan hakim. Yurisprudensi itu sendiri mengandung pengertian keputusan hakim yang terdahulu yang dijadikan keputusan-keputusan hakim kemudian dalam persoalan-persoalan yang serupa.
2) Menurut Bentuknnya, hukum terdiri dari:
a) Hukum tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan perundang-undangan (tertulis).
b) Hukum tidak tertulis adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun tetap berlaku seperti suatu peraturan perundang-undangan.
3) Menurut cara mempertahankan, hukum terdiri dari:
a) Hukum Materiil, yakni hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan. Hukum materiil dapat juga diartikan hukum yang isinya berupa perintah-perintah dan larangan serta sanksi atau hukuman terhadap orang yang melanggar perintah atau larangan tersebut. Misalnya hukum pidana dan hukum perdata.
b) Hukum Formil adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materil. Hukum formil dapat juga diartikan peraturan yang mengatur cara-cara mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-cara hakim memberikan putusan. Misalnya hukum acara pidana dan hukum acara perdata.
4) Menurut isinya hukum terdiri dari
a. Hukum privat (hukum sipil) adalah hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Hukum privat terbagi dalam hukum perdata dan hukum dagang. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan; sedangkan hukum dagang adalah mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum (seperti perusahaan) dan antara manusia yang satu dengan yang lain dalam lapangan perdagangan.
b. Hukum Publik (hukum negara) adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara dan hubungan negara dengan warga negara (perorangan).
Hukum publik terdiri dari hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana dan hukum internasional.
(a) Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan negara satu sama lain dan hubungan antara negara (pemerintah pusat) dan bagian-bagian negara (pemerintah daerah).
(b) Hukum administrasi negara atau disebut juga hukum tata usaha negara adalah hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
(c) Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang dan memberikan pidana (hukuman) kepada siapa yang melanggarnya.
(d) Hukum internasional, yakni hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia inetrnasional. Hukum internasional ini terbagai atas hukum perdata internasional dan hukum publik internasional.

D. Perbedaaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata
Hukum pidana mengatur hubungan antara seorang anggota masyarakat (warga negara) dan negara yang menguasai tata tertib masyarakat Indonesia. Hukum pidana pada umumnya mengatur hal-hal yang berupa pelanggaran dan kejahatan. Pelanggaran maksudnya adalah hal-hal kecil atau ringan yang diancam dengan hukuman denda, misalnya seorang yang mengendarai mobil tanpa membawa SIM atau Surat Izin Mengemudi. Ini berarti sopir tersebut telah melanggar Undang-Undang Lalulintas dan Angkutan Jalan Raya (UULAJR); Sedangkan kejahatan adalah mengatur soal-soal yang besar, seperti pembunuhan, pencuruian, penganiayaan, dan lainnya. Pelanganggran terhadap hukum pidana pada umumnya segera diambil tindakan
Sedangkan hukum perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perorangan. Hukum perdata ini dibagi dalam empat bagian, yakni hukum perorangan, hukum keluarga, hukum harta kekayaan, dan hukum waris

Latihan Uji Kompetensi
1. Tuliskan jenis-jenis hukum menurut sumbernya dan berikan penjelasan satu persatu!
2. Tuliskan jenis-jenis hukum menurut bentuknya dan berikan penjelasan satu persatu!
3. Tuliskan jenis-jenis hukum menurut cara mempertahankannya dan berikan penjelasan satu persatu!
4. Tuliskan jenis-jenis hukum menurut isinya dan berikan penjelasan satu persatu!

UJI KOMPETENSI

1. Alasan masyarakat memerlukan norma hukum,adalah….
a. ingin berbuat yang terbaik bagi dirinya
b. belum semua kejawaban yang tersediapentingan terwadahi dalam norma yang lain
c. tidak semua orang mentaati norma yang ada
d. hendak mewujudkan kepastian hukum

2. Contoh-contoh berikut yang termasuk kepada peristiwa perdata adalah...
a. pembagian harta waris
b. melakukan penghinaan terhadap orang lain
c. terjadi pemukulan terhadap pencuri
d. tidak melaporkan kejahatan yang pernah dilihatnya

3. Perbedaan norma hukum dengan norma lainya dalam masyarakat, yaitu norma hukum....
a. Dibuat oleh negara
b. Berlaku bagi masyarkat tertentu
c. Sanksi tidak begitu tegas
d. Tergantung kepada keinginan masyarakat


4. Ditangkap dan dipenjarakan adalah contoh sanksi dari norma.....
a. Hukum
b. Agama
c. Kesopanan
d. Adat

5. Berikut ini yang tidak termasuk hukum publik adalah hukum.....
a. Perdata
b. Pidana
c. Tata negara
d. Administrasi negara

6. Sekalipun di masyarakat telah ada dan berkembang kaidah/norma hidup, namun dalam pelaksanaannya manusia masih memerlukan norma hukum. Hal ini dikarenakan….
A. setiap manusia ingin berusaha untuk berbuat yang terbaik badi dirinya
B. semua kepentingan manusia telah terwadahi dalam ketiga norma
C. tidak semua orang mentaati norma yang ada
D. kepentingan setiap orang berbeda-beda

7. Salah satu ciri norma hukum bila dibandingkan dengan norma lainnya adalah dari segi sanksinya, yaitu….
A. sudah ditentukan terlebih dahulu
B. tegas dan keras
C. tidak memandang siapa yang bersalah
D. dibuat oleh lembaga kemasyarakatan

8. Hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
A. Hukum privat
B. Hukum public
C. Hukum material
D. Hukum formil

9. Hukum yang terbentuk karena putusan hakim.
A. Hukum Undang-undang
B. Hukum Yurisprudensi
C. Hukum Traktat
D. Hukum Kebiasaan

10. Tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib masyaralat secara damai dan adil. Hal ini merupakan pendapat
A. Utrecht
B. Soerjonosokanto
C. Van Apeldoorn,
D. Van Volen Hoppen


1.3 Menerapkan Norma-norma, Kebiasaan, Adat Istiadat dan Peraturan yang berlaku dalam keidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Norma, Kebiasaan, adat istiadat yang baik serta peraturan yang berlaku harus ditegakkan oleh seluruh komponen bangsa. Sebagai warga negara yang baik dan menyadari akan pentingnya norma, kebiasaan, adat istiadat yang baik serta peraturan yang berlaku untuk menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah seyogyanya mengemalkan ketentuan tersebut dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Dibawah ini diberikan contoh penerapan norma, kebiasaan, adat istiada dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah, masyaralat dan negara.

1) Contoh penerapan norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan keluarga
a) berperilaku sopan
b) mengerjakan pekerjaan rumah yang telah disepakati bersama (mengepel, mencuci, dan sebagainya)
c) hormat kepada orang tua
d) taat kepada perintah orang tua
e) bertutur kata yang baik
f) saling menyayangi antar anggota keluarga
g) hidup rukun dalam keluarga

2) Contoh penerapan norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan Sekolah
a) mentaati peraturan dan tata tertib sekolah;
b) tidak terlambat datang ke sekolah
c) tidak membolos
d) memakai seragam sekolah
e) santun terhadap guru
f) menyayangi teman
g) tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan/peraturan yang berlaku
h) tidak berjudi, tidak mabuk dan tidak menggunakan obat-obatan yang dilarang (Narkoba)

3) Contoh penerapan norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat dan negara
a) Ikut mendukung program keamanan dan ketertiban masyarakat (poskamling/ronda)
b) Mematuhi peraturan lalulintas
c) Tidak melakukan tindakan main hakim sendiri
d) Membayar pajak sesuai dengan ketentuan, dsb


Tugas 1
1) Contoh-contoh penerapan di atas, bersifat umum (tidak diberikan tiap-tiap bagian). Oleh karena itu, bersama kelompokmu diskusikan contoh-contoh penerapan norma agama, kesusialan, kesopanan dan norma hukum dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat/negara


Norma
Contoh Penerapan dalam Lingkungan Keluarga
Contoh Penerapan dalam Lingkungan sekolah
Contoh Penerapan dalam Lingkungan Masyarakat
Agama
Kesusilaan
Kesopanan
Hukum

2) Bersama kelompokmu, diskusikan contoh-contoh penerapan aturan/norma yang termasuk dalam kelompok cara (usage), kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat.

Norma
Contoh Penerapan
Cara (usage)
Kebiasaan
Tata Kelakuan
Adat Istiadat

Tugas 2
1. Amati pelaksanaan norma, kebiasaan dan adat istiadat di lingkungan sekolahmu! Laporan tentang jenis dan jumlah pelanggaran terhadap norma, kebiasaan dan adat istiadat yang terjadi di sekolahmu!
2. Amati pelaksanaan norma, kebiasaan dan adat istiadat di lingkungan masyarakatmu! Laporan tentang jenis dan jumlah pelanggaran terhadap norma, kebiasaan dan adat istiadat yang terjadi di lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggalmu!


PEMBAGIAN  Hukum
       Bermacam-macamnya kebutuhan hidup manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadikan bermacam-macamnya aturan yang mengatur interaksi di antara mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini membawa akibat atau konsekuensi adanya bermacam-macam hukum yang mengaturnya. Dengan demikian ada bermacam-macam hukum yang berlaku di negara ini.
       Perbandingan bermacam-macam hukum yang berlaku dapat digolongkan sebagai berikut:
1.    Pembagian Hukum Menurut Isinya
         Pembagian hukum menurut isinya, dibagi menjadi:
       a.    Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain. Contohnya: hukum perkawinan dan hukum perdata.
       b.    Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara dengan perseorangan atau warga negara, atau hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat perlengkapan negara. Contohnya: hukum pidana dan hukum tata negara.
2.      Pembagian Hukum Menurut Fungsinya
         Pembagian hukum menurut fungsinya dibagi menjadi:
       a.    Hukum materiil, yaitu hukum yang mengatur berbagai hal, baik hubungan hukum antara orang-orang, antara orang dengan pemerintah, menentukan hak-hak dan kewajiban, memerintahkan dan melarang berbagai perbuatan kepada orang-orang dalam masyarakat. Contohnya: hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, hukum tata usaha negara, dan sebagainya.
       b.    Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana mempertahan-kan hukum materiil. Contohnya: hukum acara pidana, hukum acara perdata, hukum acara tata usaha negara, dan sebagainya.
3.    Pembagian Hukum Menurut Sifatnya
         Pembagian hukum menurut sifatnya dibagi menjadi:
       a.    Hukum pemaksa, yaitu hukum yang mempunyai sifat keharusan untuk ditaati, dan dalam keadaan konkrit tidak dapat dikesampingkan, serta harus dilaksanakan dan diikuti oleh semua pihak. Contohnya aturan mengenai ketertiban umum, kesusilaan, dan sebagainya.
       b.    Hukum pelengkap, yaitu hukum yang dalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan perjanjian yang dibuat oleh mereka. Contohnya aturan tentang perikatan di Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, misalnya apabila dua orang akan mengadakan perjanjian dengan syarat-syarat yang ditentukan sendiri dapat dibenarkan. Namun bila tidak, maka terikat segala ketentuan yang ada di Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
4.    Pembagian Hukum Menurut Luas Berlakunya
         Pembagian hukum menurut luas berlakunya dibagi menjadi:
       a.    Hukum umum (ius generale), yaitu hukum yang berlaku umum. Contohnya hukum tentang sewa-menyewa.
       b.    Hukum khusus (ius speciale/ius particulare), yaitu hukum yang hanya berlaku untuk hal-hal khusus. Contohnya hukum tentang sewa- menyewa rumah, hukum pidana militer, dan sebagainya.
5.    Pembagian Hukum Menurut Waktu Berlakunya
         Pembagian hukum menurut waktu berlakunya dibagi menjadi:
       a.    Ius Constitutum, yaitu hukum yang berlaku saat ini.
       b.    Ius Constituendum, yaitu hukum yang akan datang berlakunya.
6.    Pembagian Hukum Menurut Bentuknya
         Pembagian hukum menurut bentuknya dibagi menjadi:
       a.    Hukum tertulis, yaitu hukum yang bentuknya dalam suatu tulisan-tulisan yang mengatur hal-hal tertentu tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hukum tertulis ada yang telah dibukukan (dikodifikasikan) dan ada yang belum atau tidak dikodifikasikan, masih terpisah-pisah.
       b.    Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang bentuknya tidak tertulis yang tumbuh dan berlaku di masyarakat. Contohnya hukum adat.
7.    Pembagian Hukum Menurut Sumbernya
         Pembagian hukum menurut sumbernya dibagi menjadi:
       a.    Undang-undang.
       b.    Yurisprudensi
              Yaitu keputusan hakim atau keputusan pengadilan yang terdahulu yang dijadikan dasar memeriksa dan memutus perkara yang sejenis oleh hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
       c.    Traktat
              Yaitu perjanjian antarnegara, baik perjanjian bilateral (antar dua negara) maupun perjanjian multilateral (antarlebih dari dua negara).
       d.    Pendapat para ahli.
Pengadilan Sipil dan Pengadilan Militer
Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana diubah oleh Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman) dinyatakan bahwa:
1.    Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
2.    Badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
       Ketentuan undang-undang yang mengatur peradilan umum adalah Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, sedangkan ketentuan undang-undang yang mengatur peradilan agama adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan ketentuan undang-undang yang mengatur peradilan tata usaha negara adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, serta ketentuan undang-undang yang mengatur peradilan militer adalah Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
1.      Pengadilan Sipil dalam Peradilan Umum
              Pengertian sipil dilawankan dengan militer, oleh karena itu sipil disamakan dengan arti umum. Pengadilan sipil berarti pengadilan umum, sedangkan pengadilan itu sendiri mempunyai arti badan atau lembaga atau instansi yang mengadili suatu perkara. Pengadilan umum berkaitan dengan lembaga yang menangani perkara umum, maksudnya adalah badan yang berwenang menyidangkan suatu perkara umum.
              Sebenarnya arti sipil ada beberapa pengertian, seperti misalnya: sipil disamakan dengan perdata dilawankan dengan publik yang disamakan dengan umum. Jadi hukum sipil sama dengan hukum perdata, dan hukum publik adalah hukum umum contohnya hukum tata negara, hukum pidana, dan hukum administrasi negara. Dalam pembahasan subbab ini yang disepakati adalah pengertian sipil dilawankan dengan militer.
              Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum maksudnya adalah pengadilan dalam lingkungan proses penanganan perkara umum. Yang dimaksud dengan perkara umum dalam hal ini adalah perkara pidana dan perkara perdata.
              Peradilan umum adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan berpuncak di Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
              Pengadilan Negeri merupakan pengadilan tingkat pertama, sedangkan Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan banding, dan Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Dalam hal ini Mahkamah Agung sebagai lembaga yang menyidangkan perkara setelah perkaranya diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Negeri.
              Pengadilan Negeri berkedudukan di kota atau ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten. Sedangkan Pengadilan Tinggi berkedudukan di ibu kota provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Mahkamah Agung berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia.
              Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama. Sedangkan Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding, dan Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:
       a.    permohonan kasasi,
       b.    sengketa tentang kewenangan mengadili,
       c.    permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
              Mahkamah Agung memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan. Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena:
       a.    tidak berwenang atau melampaui batas wewenang,
       b.    salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku,
       c.    lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
              Mahkamah Agung merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh Pemerintah dan pengaruh-pengaruh lainnya. Mahkamah Agung juga merupakan lembaga tinggi negara yang berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia.
2.      Pengadilan Militer dalam Peradilan Militer
              Pengadilan Militer merupakan lembaga yang menangani perkara militer. Perkara militer berarti perkara yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Segala perkara militer proses penanganannya diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
              Pengadilan Militer adalah suatu badan yang melakukan kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
              Pengadilan Militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah:
       a.    Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah,
       b.    Mereka yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit, dan anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan dengan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang yang terdakwanya “termasuk tingkat kepangkatan” Kapten ke bawah,
       c.    Mereka yang tidak termasuk golongan Prajurit atau tidak termasuk golongan yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit harus diadili oleh Pengadilan Militer.
              Pengadilan Militer Tinggi pada tingkat pertama memeriksa dan memutus perkara pidana yang terdakwanya adalah: (1) Prajurit atau salah satu Prajuritnya berpangkat Mayor ke atas, (2) mereka yang berdasarkan ketentuan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit atau anggota golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang yang terdakwanya atau salah satu terdakwanya “termasuk tingkat kepangkatan” Mayor ke atas, dan (3) mereka yang tidak termasuk angka (2) yang harus diadili oleh Pengadilan Militer Tinggi. Pada tingkat pertama, Pengadilan Militer Tinggi juga memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata atau Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia (Tata Usaha TNI).
                 Yang dimaksud Keputusan Tata Usaha TNI adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha TNI yang berisi tindakan hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan berkaitan dengan penyelenggaraan pembinaan dan penggunaan TNI serta pengelolaan pertahanan keamanan negara di bidang personel, materiil, fasilitas dan jasa yang bersifat konkrit,
individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya ada seorang anggota TNI yang tidak bisa menerima keputusan atasannya yang menurunkan pangkatnya karena alasan yang tidak jelas. Dalam hal inilah terjadi sengketa tata usaha TNI.
              Pada tingkat banding, Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
              Pengadilan Militer Tinggi juga berwenang memutus pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya. Setiap Pengadilan Militer Tinggi membawahi beberapa Pengadilan Militer yang ditetapkan dengan Keputusan Panglima.
                 Yang dimaksud dengan sengketa kewenangan mengadili adalah:
       a.    Apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama.
       b     Apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili perkara yang sama.
         Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut!
         Misalnya Pengadilan Militer Surakarta dan Pengadilan Militer Semarang berada di wilayah hukum Pengadilan Militer Tinggi Semarang. Kedua Pengadilan Militer itu dihadapkan pada satu perkara militer. Apabila kedua pengadilan tersebut berebut untuk mengadili perkara tersebut, maka dalam hal ini terjadi sengketa kewenangan mengadili, atau apabila kedua pengadilan tersebut tidak mau mengadili perkara tersebut, maka dalam hal ini pun dapat disebut terjadi sengketa kewenangan mengadili.
              Oleh karena itulah yang menentukan siapa yang paling berwenang untuk mengadili perkara militer tersebut ada di tangan Pengadilan Militer Tinggi Jawa Tengah yang berkedudukan di Semarang.
              Pengadilan Militer Utama memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata (TNI) yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding.
              Tempat kedudukan Pengadilan Militer Utama berada di ibu kota negara Republik Indonesia yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum pengadilan lainnya ditetapkan dengan Keputusan Panglima (dalam hal ini Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer Tinggi).
       Pengadilan Militer Utama melakukan pengawasan terhadap:
       a.    Penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing.
       b.    Tingkah laku dan perbuatan para hakim dalam menjalankan tugasnya.
              Pengadilan Militer Utama juga berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Pengadilan Militer Utama memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Pengawasan dan kewenangan sebagaimana tersebut di atas tidak mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
              Pengadilan Militer Utama meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi, peninjauan kembali, dan grasi kepada Mahkamah Agung.
              Pengadilan Militer Pertempuran memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir perkara pidana yang dilakukan oleh Prajurit (atau yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit, atau anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau yang dianggap sebagai prajurit berdasarkan undang-undang) di daerah pertempuran. Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobile mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah pertempuran.
3.      Pengadilan Agama dalam Peradilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara dalam Peradilan Tata Usaha Negara
              Pengadilan Agama adalah lembaga yang menangani perkara bagi orang-orang yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989. Kekuasaan kehakiman di lingkungan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama yang merupakan pengadilan tingkat pertama, dan Pengadilan Tinggi Agama yang merupakan pengadilan tingkat banding, serta berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
              Pengadilan Agama berkedudukan di kota atau di ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten. Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
       a.    perkawinan,
       b.    kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam,
       c.    wakaf dan shadaqah.
              Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibu kota provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi Agama bertugas dan berwenang memeriksa dan mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding. Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
              Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan lembaga yang menangani sengketa tata usaha negara. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara yang merupakan pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang merupakan pengadilan tingkat banding, serta berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
              Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di kota atau ibu kota Kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten. Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat pertama.
              Sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya seorang Walikota atau Bupati mengeluarkan keputusan penggusuran beberapa rumah yang dirasakan mengakibatkan kerugian bagi orang atau perusahaan tertentu, di sinilah timbul sengketa tata usaha negara.
              Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara di tingkat banding. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha negara yang telah melalui penyelesaian upaya administrasi oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
                 Upaya administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri atas dua bentuk.
                 Dalam hal penyelesaiannya itu harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, maka prosedur tersebut dinamakan “banding administratif”.
                 Dalam hal penyelesaian Keputusan Tata Usaha Negara tersebut harus dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan itu, maka prosedur yang ditempuh disebut “keberatan”.




Proses Penanganan Perkara di lingkungan Peradilan Umum
       Proses penanganan perkara disebut juga peradilan. Peradilan merupakan tata cara bagaimana suatu perkara itu diperiksa dan diputuskan penyelesaiannya oleh petugas yang berwenang untuk itu, atau segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara menegakkan hukum dan keadilan. Peradilan bermacam-macam jenisnya, tergantung dari perkara yang bersangkutan, sehingga suatu perkara yang akan ditangani atau diselesaikan harus dilihat dahulu termasuk dalam lingkungan peradilan mana perkara itu.
       Termasuk dalam lingkungan peradilan umum adalah perkara-perkara pidana dan perdata. Perkara pidana melingkupi perbuatan pidana atau tindak pidana, sedang perkara perdata melingkupi perbuatan perdata.
         Perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum tertentu dilarang dan diancam dengan pidana bagi yang melanggar larangan tersebut. Sedangkan perbuatan perdata adalah perbuatan yang berhubungan dengan semua segi kehidupan manusia yang menimbulkan hak dan kewajiban seseorang atau badan hukum.
1.      Proses Pemeriksaan Perkara Pidana di Lingkungan Peradilan Umum
       Perhatikan kasus berikut ini!
              “Polisi menangkap Cakil karena disangka sebagai pelaku pencurian televisi di rumah bapak Kepala Desa. Cakil ditahan di Kepolisian Sektor setempat selama dua puluh hari. Namun karena pemeriksaan terhadap Cakil belum selesai, maka polisi memperpanjang penahanan terhadap Cakil selama empat puluh hari”.
              Secara garis besar prosedur pemeriksaan perkara pidana sejak terjadinya hingga pemeriksaan perkaranya di sidang Pengadilan Negeri dapat digambarkan dalam skema berikut ini.
              Proses penanganan perkara pidana diatur oleh Hukum Acara Pidana sebagai Hukum Pidana Formal yang mengatur bagaimana mempertahankan Hukum Pidana Materiil, atau dengan kata lain sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Moeljatno bahwa Hukum Acara Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang memberi dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara dan prosedur macam apa, ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan perbuatan pidana tersebut.
                        Hukum Acara Pidana di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana atau disebut juga Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Proses pemeriksaan perkara pidana menurut KUHAP melalui beberapa tahapan, antara lain:
 
b.      Penuntutan
                    Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
                    Dalam melakukan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan terhadap tersangka untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang dengan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri untuk waktu 30 (tiga puluh) hari lagi apabila pemeriksaan penuntutan belum selesai.
                    Untuk mempersiapkan perkaranya yang akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, maka penuntut umum perlu membuat surat dakwaan yang berisi:
              1) Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka,
              2) Uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
                    Apabila pemeriksaan yang dilakukan oleh penuntut umum sudah dianggap selesai, maka berkas perkara diserahkan ke Pengadilan Negeri dengan permintaan untuk diperiksa dan diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri. Dengan diserahkannya berkas perkara ke Pengadilan Negeri, kewenangan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka beralih ke Pengadilan Negeri.
c.      Pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan Negeri
              Pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan Negeri dilakukan sesuai acara pemeriksaan yang telah ditentukan, antara lain:
              1)    Acara Pemeriksaan Biasa
              2)    Acara Pemeriksaan Singkat
              3)    Acara Pemeriksaan Cepat

 Beberapa ketentuan pemeriksaan perkara pidana dapat diuraikan sebagai berikut:
1)    Untuk Acara Pemeriksaan Biasa dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
                           Setelah hakim memasuki ruang sidang bersama dengan panitera, kemudian hakim ketua membuka sidang dengan menyatakan sidang terbuka untuk umum, lalu memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa di sidang. Terdakwa adalah tersangka yang diperiksa di depan hakim pada sidang pengadilan. Yang diperiksa pertama kali di sidang adalah terdakwa.
                           Sidang perkara pidana di Pengadilan harus dilaksanakan terbuka untuk umum, kecuali untuk perkara-perkara  yang terdakwanya anak-anak dan perkara yang menyangkut tindak pidana kesusilaan, maka sidangnya dilaksanakan secara tertutup.
                           Setelah pemeriksaan terhadap terdakwa selesai, maka dilakukanlah pemeriksaan terhadap saksi-saksi baik saksi yang memberatkan terdakwa (disebut juga saksi a charge) maupun saksi yang meringankan terdakwa (disebut juga saksi a decharge). 
                           Kalau saksi yang diajukan ternyata adalah saksi yang melihat langsung terdakwa melakukan perbuatan pidana, maka saksi tersebut dianggap sebagai saksi yang memberatkan terdakwa. Sedangkan kalau saksi yang diajukan ternyata adalah saksi yang melihat langsung bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa itu karena ketidaksengajaan dari terdakwa, maka saksi tersebut dianggap sebagai saksi yang meringankan terdakwa.
                           Dalam pemeriksaan tersebut akan muncul berbagai barang bukti yang berhubungan dengan peristiwa pidana yang terjadi.
                         Apabila pemeriksaan terhadap saksi-saksi telah dianggap selesai oleh hakim, maka hakim memerintahkan kepada penuntut umum untuk membacakan tuntutan (requisitoir). Setelah tuntutan dibacakan oleh penuntut umum, maka giliran terdakwa membacakan pembelaannya (pledooi).                                 Kemudian penuntut umum dapat mengajukan jawaban atas pembelaan terdakwa, dan terdakwa juga dapat mengajukan jawaban atas pertanyaan penuntut umum.
                           Setelah pemeriksaan dianggap cukup, kemudian hakim bermusyawarah untuk menjatuhkan putusan, dan pada persidangan berikutnya hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa. Putusan hakim dapat berupa:
                    a)    putusan pidana, apabila kesalahan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan, atau
                    b)    putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila kesalahan terdakwa terbukti namun bukan merupakan perbuatan pidana, atau
                    c)    putusan bebas, apabila kesalahan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
                          Apabila para pihak, baik terdakwa maupun penuntut umum keberatan atau tidak dapat menerima putusan hakim, maka dapat mengajukan upaya hukum berupa banding. Namun terhadap putusan hakim yang berupa putusan bebas, dan putusan lepas dari segala tuntutan hukum tidak dapat diajukan upaya hukum.
                           Upaya hukum banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi wilayah hukum yang membawahi Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut:  Misalnya hakim Pengadilan Negeri Banjarmasin menjatuhkan putusan kepada terdakwa, dan terdakwa maupun jaksa penuntut umum tidak menerima putusan tersebut, maka mereka dapat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan yang berkedudukan di Banjarmasin.
                           Pengadilan Tinggi bertempat kedudukan di ibu kota provinsi. Pengadilan Tinggi membawahi beberapa Pengadilan Negeri.
                           Pengajuan banding dapat disertai dengan memori banding, yaitu alasan-alasan diajukannya banding. Yang diperiksa dalam tingkat banding adalah fakta perkaranya. Jadi hakim Pengadilan Tinggi memeriksa ulang perkara yang telah diperiksa oleh Hakim Pengadilan Negeri yang diajukan banding.
                           Dengan diajukannya banding ke Pengadilan Tinggi, maka wewenang menahan terdakwa ada pada Hakim Pengadilan Tinggi untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi apabila pemeriksaan perkaranya belum selesai untuk jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari.
                           Putusan Hakim Pengadilan Tinggi terhadap perkara yang diajukan banding kepadanya dapat  berupa:
                            a )    menguatkan putusan Pengadilan Negeri,
                             b)    mengubah putusan Pengadilan Negeri,
   c)    membatalkan putusan Pengadilan Negeri dengan mengadakan putusan sendiri.
                           Apabila para pihak, baik terdakwa maupun penuntut umum tidak dapat menerima putusan Pengadilan Tinggi, maka para pihak dapat mengajukan kasasi kepada Ketua Mahkamah Agung.
                           Mahkamah Agung berkedudukan di ibu kota Negara Republik Indonesia. Wilayah hukum Mahkamah Agung adalah seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Mahkamah Agung memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kasasi. Yang diperiksa di tingkat kasasi adalah segi penerapan hukumnya atas perkara yang diajukan kasasi, yaitu apakah benar suatu peraturan hukum tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, dan apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.
                           Pengajuan kasasi harus disertai memori kasasi, yaitu alasan-alasan diajukannya kasasi. Oleh karena yang diperiksa dalam tingkat kasasi adalah segi penerapan hukumnya, maka memori kasasi juga mengenai segi penerapan hukumnya.
                           Putusan Mahkamah Agung terhadap perkara yang diajukan kasasi dapat berupa:
                    a)    mengadili sendiri perkara tersebut, apabila suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan,
                    b)    menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang dibatalkan atau perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain, apabila suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang,
                    c)    menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut, apabila suatu putusan dibatalkan karena pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
                           Banding dan kasasi merupakan bentuk upaya hukum biasa. Di samping upaya hukum biasa masih ada juga upaya hukum luar biasa. Upaya hukum luar biasa ini diajukan atas putusan hakim (pengadilan) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, artinya putusan hakim tersebut sudah dijalankan, karena upaya hukum biasa sudah dilalui atau batas waktu pengajuannya telah terlampaui, ataupun karena para pihak tidak mengajukan upaya hukum biasa. Upaya hukum luar biasa sebagaimana diatur dalam KUHAP berupa peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (sering disingkat PK) dan kasasi demi kepentingan hukum.
                           Peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (PK) dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:
                    a)    apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, putusan perkara itu akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau ditetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan,
                    b)    apabila dalam putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan itu ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain,
                    c)    apabila dalam putusan dengan jelas memperlihatkan satu kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata.
                           Apabila dalam putusan suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan dan putusan itu telah memperoleh kekuatan hukum tetap juga dapat diajukan permintaan peninjauan kembali. Permintaan peninjauan kembali dapat diajukan sewaktu-waktu, tetapi hanya diperbolehkan diajukan satu kali.
2)    Acara Pemeriksaan Singkat adalah acara pemeriksaan terhadap perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk perkara tindak pidana ringan dan yang menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
                           Acara pemeriksaan singkat ini diawali dengan penuntut umum menghadapkan terdakwa beserta saksi, ahli, juru bahasa, dan barang bukti yang diperlukan. Setelah terdakwa menjawab segala pertanyaan yang diajukan hakim ketua sidang tentang nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang, maka penuntut umum dengan segera memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan waktu, tempat, dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan. Pemberitahuan penuntut umum tersebut dicatat dalam berita acara sidang dan merupakan pengganti surat dakwaan.
                           Dalam hal ini hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, maka supaya diadakan pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari, dan bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang pengadilan dengan acara biasa.
                           Untuk kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasihat hukum, hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama 7 (tujuh) hari. Putusan hakim tidak dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang. Hakim memberikan surat yang memuat amar putusan tersebut. Isi surat tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam acara biasa.
              3)        Acara Pemeriksaan Cepat terdiri atas Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan dan Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan.
                          Acara Pemeriksaan Cepat dilakukan dengan hakim tunggal dan terhadap putusan yang dijatuhkan hakim yang memeriksa perkaranya tidak dapat diajukan upaya hukum (banding dan kasasi).
                    a)    Yang diperiksa menurut Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan. Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan ini, penyidik atas kuasa penuntut umum dalam waktu tiga hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
                                  Dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan, pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan terakhir. Maksudnya hakim yang menyidangkan perkara tersebut hanya satu orang hakim.
                                  Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan cara pemeriksaan tindak pidana ringan. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam, dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan. Perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari sidang itu juga. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku register semua perkara yang diterimanya. Dalam buku register dimuat nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan kepadanya.
                    b)    Yang diperiksa dalam Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalu Lintas Jalan adalah perkara pelanggaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Perkara-perkara tertentu tersebut adalah sebagai berikut:
                           (1)   mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan,
                           (2)   mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan (STNK), surat tanda uji kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa,
                           (3)   membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi,
                           (4)   tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan kendaraan, dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain,
                           (5)   membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan yang bersangkutan,
                           (6)   pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan dan atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang ada di permukaan jalan,
                           (7)  pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang diizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara memuat dan membongkar barang,
                           (8)   pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan.
                                  Pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak segera setelah putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan.
                                  Dari berbagai acara pemeriksaan di pengadilan se­-bagaimana diuraikan di atas, bagaimanakah hakim mengetahui duduk perkaranya sehingga ia menjadi yakin akan peristiwa pidananya dan pelaku yang sebenarnya? Di dalam memeriksa suatu perkara pidana, maka untuk mendukung keyakinannya hakim dibantu oleh beberapa bukti-bukti, dan bukti-bukti ini tentunya bukti-bukti yang diakui oleh undang-undang. Hal inilah yang dalam pembahasan materi Hukum Acara Pidana disebut sebagai alat bukti atau pembuktian dalam pemeriksaan perkara pidana.
 
Pembuktian Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana
                                  Dalam acara pemeriksaan tindak pidana di pengadilan selalu diperlukan adanya bukti-bukti yang digunakan untuk memberikan keyakinan bagi hakim yang memeriksa perkaranya, sehingga dapat diperoleh kejelasan tentang peristiwa dan pelaku yang sebenarnya meskipun tidak seratus persen, karena dengan bukti-bukti itu mengulang suatu peristiwa yang sudah terjadi di hadapan hakim merupakan sesuatu yang tidak mungkin, namun hanyalah untuk mendekati kebenaran tentang peristiwanya dan ini harus dilakukan guna menentukan suatu putusan yang benar-benar adil. Jadi dengan bukti-bukti yang ada hakim dapat mengetahui tentang peristiwa yang sebenarnya terjadi, sehingga ia dapat memberikan putusan yang benar dan adil berdasarkan bukti-bukti tersebut.
                                  Tidak semua bukti dapat digunakan untuk mendukung dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Bukti-bukti yang dapat digunakan adalah bukti-bukti yang diakui oleh undang-undang. Menurut ketentuan KUHAP bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Alat bukti yang sah menurut undang-undang (KUHAP) adalah:
                           (1)   Keterangan saksi, yaitu apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Dalam memberikan keterangannya, saksi harus mengangkat sumpah atau janji terlebih dahulu di hadapan hakim. Menjadi saksi adalah kewajiban bagi semua orang. Menolak untuk menjadi saksi tanpa alasan yang dapat diterima, maka kepadanya dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Semua orang dapat menjadi saksi, dan yang tidak dapat didengar keterangannya serta dapat mengundurkan diri sebagai saksi adalah:
                                  (a)   keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,
                                  (b)   saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga,
                                  (c)   suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
                                         (Jadi yang tidak dapat menjadi saksi dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi contohnya adalah suami atau istri terdakwa, bekas suami atau bekas istri terdakwa, anak-anak terdakwa, kakak dan adik terdakwa, orang tua terdakwa serta para paman dan bibi terdakwa, para keponakan terdakwa beserta suami dan istrinya, cucu-cucu terdakwa).
                                         Di samping itu ada pula orang-orang yang dapat meminta dibebaskan atau mengundurkan diri sebagai saksi, yaitu mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. Contoh orang-orang tersebut misalnya pemuka agama (pendeta, kyai), notaris, dokter, petugas bank, konsultan kejiwaan.
                                  Yang boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah:
                                  (a)   anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin,
                                  (b)   orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.
                           (2)  Keterangan ahli, yaitu apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Dalam memberikan keterangannya, seorang ahli di hadapan hakim harus mengangkat sumpah atau janji terlebih dahulu.
                           (3)   Surat, yaitu surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, antara lain:
                                  (a)   berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu,
                                  (b)   surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan,
                                  (c)   surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya,
                                  (d)   surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
                           (4)   Petunjuk, yaitu perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena penyesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.
                           (5)   Keterangan terdakwa, yaitu apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan untuk dirinya sendiri. Keterangan terdakwa dapat berupa pengingkaran maupun pengakuan. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
         d.      Pelaksanaan putusan hakim
                    Putusan hakim yang tidak diajukan upaya hukum atau kesempatan mengajukan upaya hukum sudah habis waktunya atau sudah dilaksanakan dalam semua tingkat pengadilan, maka putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
                    Putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dilaksanakan dalam arti:
              1)        - apabila putusan hakim itu berupa pembebasan, maka terpidana bila ditahan harus dibebaskan dan direhabilitasi nama baiknya serta dikembalikan hak-haknya yang dibekukan sementara selama pemeriksaan,
              2)         - apabila putusan hakim berupa lepas dari segala tuntutan, maka bila terpidana ditahan harus dibebaskan dan dikembalikan hak-haknya,
              3)        - apabila putusan dipidana, maka terpidana harus segera menjalani pidana yang dijatuhkan kepadanya dengan dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan yang ditunjuk.
                    Sering orang menyebut putusan hakim dengan istilah vonis hakim, dan pelaksanaan putusan hakim sering disebut juga eksekusi. Pelaksana putusan hakim adalah jaksa, artinya setelah putusan hakim dijatuhkan, maka jaksa melaksanakan isi putusan hakim tersebut.
                    Apabila putusan hakim berupa pidana penjara, maka jaksa membawa terpidana ke Lembaga Pemasyarakatan untuk menjalani pidana yang dijatuhkan oleh hakim. Apabila putusan hakim berupa pidana mati, maka pelaksanaan pidana mati dilakukan 30 (tiga puluh) hari setelah putusan dijatuhkan kepada terpidana untuk memberikan kesempatan terpidana mengajukan grasi kepada  Presiden. Pidana mati dilaksanakan oleh regu tembak yang ditunjuk oleh negara (pemerintah). Apabila terpidana mengajukan grasi kepada Presiden, maka pelaksanaan pidana mati dilakukan setelah grasi ditolak oleh Presiden.
              Apabila putusan hakim berupa bebas, artinya membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, maka jaksa segera membebaskan terdakwa dengan mengembalikan seluruh hak-hak terdakwa yang dibekukan selama pemeriksaan dan memulihkan nama baiknya.
2.      Pemeriksaan Perkara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum
              Untuk acara peradilan perkara perdata diatur dalam HIR (Het Herzein Inlands Reglement, Staatsblad 1848 Nomor 16,  Staatsblad 1941 Nomor  44) dan RBg (Reglement de Buitengewesten, Staatsblad 1927 Nomor 227).
              Pemeriksaan perkara perdata di Pengadilan Negeri diawali dengan diajukannya gugatan oleh seseorang sebagai penggugat, dan gugatan tersebut ditujukan kepada tergugat yaitu mereka yang digugat oleh penggugat.
              Gugatan yang diajukan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri. Bagi yang tidak bisa menulis dapat diajukan secara lisan lewat Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan (Pengadilan Negeri di mana tergugat bertempat tinggal atau objek sengketa berada). Surat gugatan berisi identitas para pihak, baik penggugat maupun tergugat, alasan-alasan diajukannya gugatan beserta dasar hukumnya (fundamentum petendi) dan tuntutan atau petitum.
              Identitas para pihak yang dimaksud adalah nama, tempat tinggal, umur, serta status pribadi dari penggugat dan tergugat. Sedangkan fundamentum petendi atau alasan-alasan diajukannya gugatan beserta dasar hukumnya yang dimaksud adalah dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum dari berbagai hal yang berkaitan dengan persoalan yang ada serta alasan-alasan dari tuntutan. Fundamentum petendi ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berisi uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa yang merupakan penjelasan duduk perkaranya, dan bagian kedua berisi uraian tentang hukumnya yaitu uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan. Di samping itu juga disertai petitum, yaitu tuntutan yang diajukan oleh penggugat agar diputuskan oleh hakim. Tuntutan yang diajukan oleh penggugat harus jelas dan tegas, karena tuntutan yang tidak jelas akan menjadikan alasan tidak diterimanya tuntutan tersebut oleh hakim. 
              Setelah gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, maka Ketua Pengadilan Negeri menunjuk majelis hakim yang menyidangkan gugatan (perkara) yang masuk tersebut. Kemudian hakim menentukan hari sidang dan diberitahukan kepada penggugat dan tergugat untuk datang ke sidang. Saat hari sidang, hakim ketua membuka sidang terbuka untuk umum, dan memanggil para pihak untuk hadir di depan sidang. Setelah penggugat dan tergugat menghadap hakim di depan sidang, kemudian hakim ketua mencocok-kan identitas para pihak baik penggugat maupun tergugat, atau wakilnya (penasihat hukumnya), lalu menanyakan kepada tergugat apakah sudah mengerti mengapa ia digugat dan agar tergugat mempelajari isi gugatan. Setelah itu tergugat dipersilahkan oleh hakim untuk membuat jawaban atas gugatan penggugat, biasanya untuk membuat jawaban atas gugatan penggugat, tergugat meminta waktu kepada hakim dan sidang akan ditunda oleh hakim untuk waktu paling lama 7 hari.
              Bilamana jawaban tergugat sudah diserahkan pada sidang berikutnya, maka penggugat dipersilahkan oleh hakim untuk membuat bantahan atas jawaban tergugat, yang sering disebut replik. Atas replik penggugat, maka tergugat akan membuat duplik, yaitu jawaban atas replik.
              Setelah jawab-menjawab telah dianggap selesai oleh hakim, maka dilanjutkan dengan pembuktian. Masing-masing pihak, baik penggugat dan tergugat mengajukan bukti-bukti, baik berupa surat-surat, akta otentik, barang bukti yang lain maupun saksi-saksi.
       Alat bukti yang dapat digunakan dalam acara pemeriksaan perkara perdata antara lain:
       a.    Alat bukti tertulis atau surat
              Yaitu segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang di-maksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Surat sebagai alat bukti dapat berupa akta dan surat-surat lain bukan akta.
              Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula sengaja untuk tujuan pembuktian. Sedangkan surat-surat lain bukan akta contohnya adalah buku daftar, surat-surat rumah tangga, dan surat-surat pribadi lainnya. Kekuatan pembuktian pada surat yang bukan akta diserahkan sepenuhnya kepada pertimbangan hakim.
       b.    Saksi
              Saksi sebagai alat bukti memberikan kesaksian, yaitu kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara dan yang dipanggil di persidangan. Keterangan saksi harus disampaikan secara lisan dan pribadi, artinya keterangan saksi tidak dapat diwakilkan. Sebelum memberikan keterangannya, saksi wajib bersumpah atau berjanji. Saksi memberikan keterangannya atas dasar yang dilihatnya sendiri, didengarnya sendiri dan dialaminya sendiri mengenai peristiwanya. Saksi yang mendengar dari orang lain bukanlah saksi atau disebut juga testimonium de auditu.    


Yang tidak dapat didengar keterangannya sebagai saksi ialah:
1)    keluarga sedarah dan semenda menurut garis keturunan lurus dari salah satu pihak,
2)    suami atau istri dari salah satu pihak, meskipun sudah bercerai,
3)    anak-anak yang belum mencapai umur 15 (lima belas) tahun,
4)    orang gila, meskipun kadang-kadang ingatannya baik kembali.
              Sedangkan yang dapat mengundurkan diri sebagai saksi adalah:
1)    saudara laki-laki dan perempuan serta ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak,
2)    keluarga sedarah menurut garis keturunan lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami atau istri salah satu pihak,
3)    semua orang yang karena martabat dan jabatan atau hubungan kerja yang sah diwajibkan menyimpan rahasia, akan tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena martabat dan jabatan atau hubungan kerja yang sah.

       c.    Persangkaan
                    Persangkaan sebagai alat bukti adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang nyata ke arah peristiwa lain yang belum terang kenyataannya. Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang didasarkan atas undang-undang (praesumptiones juris) dan persangkaan yang merupakan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik dari hakim atau persangkaan yang didasarkan atas kenyataan (praesumptiones facti).
              Persangkaan yang berdasarkan undang-undang tidak memerlukan bukti lawan, yaitu yang dapat menjadi dasar untuk membatalkan perbuatan-perbuatan tertentu. Persangkaan yang tidak memerlukan bukti lawan pada hakikatnya bukanlah persangkaan.
       d.    Pengakuan
                    Pengakuan sebagai alat bukti merupakan keterangan sepihak yang tidak memerlukan persetujuan dari pihak lawan. Pengakuan merupakan keterangan yang membenarkan suatu peristiwa, hak, atau hubungan hukum yang diajukan oleh pihak lawan. Pengakuan dapat digolongkan menjadi pengakuan yang diberikan di luar sidang dan pengakuan yang diberikan di depan sidang pengadilan. Pengakuan yang diberikan di depan sidang pengadilan tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila pengakuan itu adalah sebagai akibat kekeliruan mengenai hal-hal yang terjadi dan bukan kekeliruan tentang hukumnya.
                    Pengakuan yang diberikan di luar sidang tidak merupakan bukti yang mengikat, tetapi merupakan bukti bebas, artinya diserahkan sepenuhnya kepada pertimbangan hakim untuk menerima ataupun tidak. Pengakuan lisan di luar persidangan tidak dapat digunakan selain dalam hal-hal diizinkan membuktikannya dengan saksi. Pengakuan tertulis di luar persidangan merupakan alat bukti tertulis.
       e.    Sumpah
              Sumpah merupakan suatu tindakan yang bersifat religius yang digunakan dalam peradilan. Sumpah pada hakikatnya merupakan pernyataan khidmat yang diberikan atau disampaikan pada waktu memberi keterangan dengan mengingat sifat kebesaran Tuhan Yang Maha Esa dan percaya bahwa yang memberikan keterangan tidak benar akan mendapat hukuman dari-Nya. Sumpah sebagai alat bukti dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu sumpah pelengkap (suppletoir), sumpah pemutus (decisoir), dan sumpah penaksiran (aestimatoir).
                    Alat-alat bukti sebagaimana tersebut di atas merupakan alat bukti yang membantu keyakinan hakim untuk menemukan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Dengan alat bukti tersebut hakim menjadi yakin akan kebenaran peristiwa perdata yang diajukan kepadanya, sehingga hakim dapat mengambil keputusan dengan adil sesuai fakta yang terjadi. Namun demikian, untuk lebih menguatkan keyakinannya, hakim dapat melakukan pemeriksaan setempat (descente) dan meminta keterangan seorang ahli.
                    Yang dimaksud pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa. Dalam praktik biasanya pemeriksaan setempat dilakukan berkenaan dengan letak gedung/rumah atau letak tanah yang menjadi objek sengketa. Sedangkan yang dimaksud keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang objektif yang bertujuan membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri. Pada umumnya hakim menggunakan keterangan ahli agar memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang sesuatu yang hanya dimiliki oleh seorang ahli tertentu, misalnya hal-hal yang berkaitan dengan teknis dalam lalu lintas dagang, atau hal-hal yang berkaitan dengan siapa penemu sesuatu itu sebenarnya berdasarkan ilmu pengetahuan tertentu.
              Sebagai contoh dapat dikemukakan sebagai berikut!
                A sebagai penggugat telah menggugat B, karena B dianggap oleh A telah memproduksi barang hasil ciptaannya sehingga A dirugikan jutaan rupiah. Namun B merasa bahwa barang yang diproduksinya itu bukanlah barang ciptaan A, tetapi barang tersebut sudah menjadi milik umum (milik publik) dan penciptanya adalah orang asing yang sudah diciptakan lebih dari 20 tahun yang lalu. Nah, untuk menguatkan pendapatnya, maka B dengan persetujuan hakim mengajukan seorang ahli yang mengetahui benar tentang barang tersebut berdasarkan sejarahnya.
                    Apabila pembuktian telah dilakukan dalam sidang perkara perdata, maka masing-masing pihak dipersilahkan oleh hakim untuk membuat kesimpulan dari pemeriksaan sidang yang telah dilakukan. Kemudian hakim menutup sidang untuk musyawarah mengambil keputusan. Setelah majelis hakim memperoleh kesepakatan, maka sidang dibuka kembali untuk pembacaan putusan hakim.
                    Putusan hakim dibacakan secara terbuka, artinya bahwa putusan hakim disampaikan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Semua orang dapat mendengar dan melihat pembacaan putusan hakim tersebut, sehingga dengan demikian semua orang dapat menilai isi putusan tersebut.
                    Susunan dan isi putusan hakim terdiri dari empat bagian, yaitu bagian kepala putusan, identitas para pihak, pertimbangan, dan amar putusan.
                    Bagian kepala putusan berbunyi: “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kepala putusan tersebut memberi kekuatan eksekutorial artinya dapat dilaksanakan, dan apabila tidak ada kepala putusan tersebut, maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut. Bagian kedua memuat identitas para pihak, yaitu: nama, umur, alamat, dan nama dari para pengacaranya atau pembelanya bila ada. Bagian ketiga adalah pertimbangan atau considerans yang memuat tentang duduk perkaranya atau peristiwanya dan pertimbangan tentang hukumnya. Jadi dalam bagian pertimbangan ini hakim mengemukakan alasan-alasan mengapa sampai mengambil putusan demikian. Sedangkan bagian keempat yaitu amar atau diktum, yang memuat penetapan daripada hubungan hukum yang menjadi sengketa dan hukumannya, yakni mengabulkan atau menolak gugatan.
                    Setiap putusan hakim harus ditandatangani oleh hakim ketua dan hakim anggota serta panitia. Putusan hakim yang telah disampaikan atau dibacakan secara terbuka oleh hakim memiliki konsekuensi yang kuat, artinya putusan hakim tersebut mempunyai kekuatan mengikat, mempunyai kekuatan pembuktian dan mempunyai kekuatan eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan.       
Putusan hakim mempunyai kekuatan mengikat, maksudnya adalah bahwa putusan hakim tersebut mengikat bagi para pihak yang bersengketa. Sedangkan putusan hakim mempunyai kekuatan pembuktian, maksudnya ialah bahwa putusan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis merupakan akta otentik yang tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, dan yang dimaksud dengan putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan ialah kekuatan untuk dilaksanakan-nya apa yang ditetapkan oleh hakim dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara.
                    Terhadap putusan hakim yang telah dibacakan dan disampaikan kepada para pihak yang bersengketa, maka para pihak dapat atau berhak untuk menerima ataupun menolak putusan hakim tersebut. Apabila para pihak menerima putusan tersebut, maka putusan tersebut dapat dilaksanakan dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Namun jika para pihak tidak bisa menerima putusan hakim tersebut, maka dapat mengajukan upaya hukum banding. Terhadap putusan hakim yang diajukan upaya hukum mengakibatkan putusan tersebut belum dapat dilaksanakan hingga menunggu selesainya proses upaya hukum selesai diputuskan oleh hakim yang berwenang memutus upaya hukum tersebut.
                    Upaya hukum yang dapat diajukan atas putusan Hakim Pengadilan Negeri adalah upaya hukum banding. Upaya hukum banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi melalui Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari berikutnya saat putusan hakim disampaikan kepada para pihak. Permohonan banding dapat diajukan secara lisan maupun secara tertulis dan dapat pula disertai memori banding atau alasan-alasan pengajuan banding.
                    Apabila Pengadilan Tinggi telah memeriksa permohonan banding kemudian menjatuhkan putusan, maka terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut para pihak bisa menolak atau menerima putusan. Bila terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut diterima oleh para pihak, maka putusan tersebut dapat dilaksanakan, namun bila para pihak tidak bisa menerima putusan tersebut, maka para pihak dapat mengajukan upaya hukum kasasi.
                    Permohonan kasasi diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Panitera Pengadilan Negeri yang memutus perkara pada tingkat pertama dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari atau tiga minggu untuk daerah Jawa dan Madura sedangkan untuk luar Jawa dan Madura dalam jangka waktu 6 (enam) minggu terhitung sejak diterimanya putusan banding Pengadilan Tinggi oleh para pihak. Permohonan kasasi dapat diajukan secara lisan maupun secara tertulis dan wajib disertai memori kasasi atau alasan-alasan yang mendasari diajukannya kasasi.
                    Pemeriksaan di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung berkaitan dengan pemeriksaan penerapan hukumnya dan bukan pada faktanya, sedangkan pemeriksaan banding di Pengadilan Tinggi terkait dengan faktanya. Oleh karena itu, permohonan kasasi harus disertai alasan-alasan kasasi (memori kasasi) yang terkait dengan penerapan hukumnya, yaitu:
              a.    apakah hakim lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh undang-undang atau hukum yang berlaku,
              b.    apakah hakim melampaui batas wewenangnya, dan
              c.    apakah hakim salah menerapkan hukum yang berlaku.
                    Putusan kasasi yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung merupakan puncak putusan terhadap sengketa yang terjadi antara para pihak. Oleh karena itu, kasasi merupakan pemeriksaan akhir dari perkara perdata yang terjadi, sehingga setelah putusan terhadap kasasi dijatuhkan, maka putusan tersebut harus dilaksanakan atau putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
SIMULASI PERADILAN SUATU PERKARA
       Simulasi pemeriksaan sidang pengadilan dapat dikatakan sebagai kegiatan peradilan semu, artinya kegiatan bermain peran seperti keadaan yang sebenarnya pada proses pemeriksaan di sidang pengadilan. Untuk dapat menjalankan simulasi pemeriksaan sidang pengadilan tersebut sebaiknya ditugaskan lebih dahulu lima sampai enam orang teman-teman kalian untuk mengamati atau mengikuti jalannya sidang pengadilan di Pengadilan Negeri setempat. Guru menunjuk wakil dari siswa tersebut dengan terlebih dahulu guru menghubungi Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memohon izin diperkenankan siswa-siswanya mengamati jalannya sidang secara tuntas. Siswa yang diberi tugas harus mencatat segala yang terjadi di sidang pengadilan secara cermat, kemudian disusun laporan secara rinci dengan bimbingan guru. Untuk dapat melaksanakan simulasi harus dibuat dahulu skenarionya.
Sebagai contoh dapat diperhatikan hal berikut ini!
Misalnya untuk melakukan simulasi pemeriksaan sidang perkara pidana. Dalam kegiatan simulasi ini diperlukan pemain minimal 9 orang, masing-masing berperan: 3 orang hakim (1 orang hakim ketua, dan 2 orang hakim anggota), 1 orang panitera, 1 orang terdakwa, satu atau 2 orang saksi, 1 orang jaksa/penuntut umum, 1 orang rohaniwan, 1 orang pembela/penasihat hukum. Baik hakim, penuntut umum maupun penasihat hukum memakai pakaian toga sewaktu sidang berlangsung. Masing-masing peran yang dilakukan, baik hakim, panitera, penuntut umum, terdakwa, rohaniwan, penasihat hukum, maupun saksi antara lain:
1.    Peran hakim dalam sidang pemeriksaan perkara pidana:
       a.    Sebagai pemimpin sidang.
       b.    Sebagai pemandu dan pengatur jalannya sidang.
       c.    Sebagai pemutus perkara.
       Karena peran hakim yang demikian, maka hakim mempunyai kewenangan selama sidang antara lain:
       a.    Membuka sidang dan memimpin sidang.
       b.    Memandu dan mengatur jalannya pemeriksaan perkara.
       c.    Mendengarkan kedua belah pihak (pihak penuntut umum dan pihak terdakwa).
       d.    Memeriksa alat-alat bukti yang diajukan.
       e.    Mengajukan pertanyaan.
       f .    Dapat memerintahkan seseorang meninggalkan ruangan sidang jika dianggap mengganggu jalannya sidang.
       g.    Melakukan musyawarah antar hakim (hakim ketua dan hakim anggota) untuk menjatuhkan putusan.
       h.    Menjatuhkan putusan terhadap perkara pidana yang diperiksa.
       i .    Menutup sidang.
2.    Peran panitera adalah sebagai pencatat yang mencatat semua kejadian    yang berhubungan dengan jalannya sidang pemeriksaan perkara.
3.    Peran penuntut umum sebagai pihak yang melakukan penuntutan dan mempunyai kewajiban:
       a.    Menghadirkan terdakwa ke sidang pengadilan.
       b.    Membacakan surat dakwaan.
       c.    Mengajukan alat-alat bukti.
       d.    Mengajukan pertanyaan kepada terdakwa dan saksi.
       e.    Mengajukan tuntutan.
       f .    Melaksanakan putusan hakim.
4.    Peran terdakwa sebagai orang yang didakwa melakukan tindak pidana,   yang mempunyai hak antara lain:
       a.    Mengajukan eksepsi.
       b.    Menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya.
       c.    Mengajukan pembelaan.
5.    Peran saksi adalah sebagai orang yang menyaksikan peristiwa yang berkaitan dengan tindak pidana yang terjadi, dan mempunyai kewajiban menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya di bawah sumpah atau janji.
6.    Peran penasihat hukum adalah sebagai pembela untuk kepentingan terdakwa.  
      Penasihat hukum mempunyai hak untuk:
       a.    Mengajukan pertanyaan kepada terdakwa dan saksi untuk kepentingan terdakwa.
       b.    Melakukan interupsi bila dirasa ada hal-hal yang menyimpang atau merugikan kepentingan terdakwa selama jalannya sidang.
       c.    Menyatakan keberatan atas alat bukti yang diajukan penuntut umum.
7.    Peran rohaniwan adalah mendampingi saksi pada saat mengucapkan sumpah atau janji.
       Setelah semua peran pelaku dalam simulasi sudah diketahui, sebelum kegiatan bermain peran dimulai tentukan terlebih dahulu para pemainnya dan kasus yang akan diperiksa dalam sidang pengadilan, misalnya Kasus Pencurian kendaraan bermotor. Kasus ini misalnya terjadi di depan Toko Mawar Jl. Sultan Agung 12 Yogyakarta, pada tanggal 12 Januari 1997, dengan terdakwa Sukemplu, 2 orang saksi Brutu (korban) dan Suar, dengan barang bukti sebuah kendaraan bermotor merk Honda Tiger.
       Setelah para pemain dan kasus ditentukan kemudian lakukan kegiatan simulasi dengan langkah-langkah sesuai urutan sebagai berikut:
1.    Majelis hakim, panitera, dan penuntut umum memasuki ruang sidang.
2.    Hakim ketua membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum:
       Sidang perkara pidana No.64/Pid/PN.Yk/97 saya buka dan saya nyatakan terbuka untuk umum”.
         Kemudian hakim memukul meja dengan palu 3 kali.
3.    Hakim memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa.
4.    Setelah terdakwa duduk di kursi yang telah disediakan, maka hakim ketua menanyakan identitas terdakwa.
       Benarkah saudara yang bernama Sukemplu? Di mana tempat tinggal saudara? Apa pekerjaan saudara? Berapa usia saudara? Apa pendidikan terakhir saudara? Apakah saudara tahu, mengapa saudara dihadirkan di sini?
       Jika jawaban terdakwa tidak tahu, maka hakim memberitahukan. Kemudian hakim mengingatkan kepada terdakwa agar benar-benar memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di dalam persidangan dengan baik.
5.    Penuntut umum membacakan surat dakwaan, setelah dipersilakan oleh hakim.
       KEJAKSAAN NEGERI YOGYAKARTA
                    “Untuk Keadilan”
CATATAN PENUNTUT UMUM
UNTUK TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN
              Nomor Reg.Perk: PDM.054/Yogya/0197 
         
       1.    TERDAKWA
                 Nama lengkap                                     : SUCKEMPLUTH
                 Tempat lahir                                       : Banten
                 Umur/tanggal lahir                             : 20 tahun/12 Januari 1977
                 Jenis kelamin                                                               : laki-laki
                 Kebangsaan/kewarganegaraan   : Indonesia
                 Tempat tinggal                                    : Gg. Durno No.12 Yogyakarta
                 Agama                                               : Islam
                 Pekerjaan                                           : Belum bekerja
                 Pendidikan                                : tamat SLTA
       2.    PENAHANAN
              a.    Oleh penyidik di Rutan sejak tanggal 14 - 1 - 1997 s/d 20 - 1 - 1997.
                 b.    Oleh Penuntut Umum sejak tanggal 20 - 1 - 1997 s/d sekarang.
       3.    DAKWAAN          
                 .......Bahwa ia terdakwa Sukemplu pada hari Sabtu tanggal 12 Januari 1997 sekitar jam 19.30 WIB atau setidak-tidaknya terjadi pada suatu waktu dalam bulan Januari 1997 bertempat di depan Toko Mawar Jalan Sultan Agung Nomor 12 Yogyakarta atau setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pangadilan Negeri Yogyakarta dengan maksud untuk memiliki dengan melawan hak telah mengambil barang berupa sebuah sepeda motor Honda Tiger warna abu-abu tahun1996 No.Pol. AB-3030-BA No.Rangka MUISA BA 13 VK 00500 No.Mesin SABAE-1004954 milik saksi korban Brutu atau setidak-tidaknya baik sebagian ataupun seluruhnya adalah kepunyaan orang lain, di mana untuk dapat mengambil sepeda motor tersebut dilakukan terdakwa dengan jalan membandrek menggunakan kunci palsu model T,
                 Perbuatan mana terdakwa lakukan dengan cara:
                 Pada hari dan tanggal tersebut di atas, kira-kira jam 18.00  WIB berangkat dari rumah terdakwa untuk merencanakan akan pergi jalan-jalan ke Malioboro. Namun di tengah perjalanan tepatnya di depan Toko Mawar Jl Sultan Agung No.12 terdakwa melihat sepeda motor Honda Tiger AB 3030 BA diparkir tanpa ada petugas parkirnya, timbul niat terdakwa untuk mengambil sepeda motor dimaksud, kemudian terdakwa membandreknya dengan kunci palsu model T yang dibawanya dari rumah. Setelah kunci stang maupun kontaknya berhasil dibandrek lalu sepeda motor tersebut terdakwa hidupkan mesinnya dan terdakwa naiki ke arah barat melewati Jalan Senopati, belok ke kiri lewat Jl. Brigjen Katamso terus ke Jl. Parangtritis menjemput saksi Suto yang diajak terdakwa berboncengan pergi ke pantai Parangtritis. Kemudian terdakwa dan saksi Suar semalaman berada di pantai Parangtritis dengan sepeda motor Honda Tiger tersebut. Keesokan harinya Minggu tanggal 13 Januari 1997 sekitar jam 06.00 WIB sewaktu terdakwa dan saksi pulang dari pantai Parangtritis di Jalan Parangtritis tepatnya di depan Polsek Kecamatan Sewon terdakwa ditangkap petugas hingga menjadi perkara ini.  
                 .......Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 362 KUHP.........
                                                                Yogyakarta, 24 Januari 1997
                                                                                                                JAKSA PENUNTUT UMUM
(nama jaksa yang bersangkutan)  
6.    Kemudian hakim menanyakan kepada terdakwa apakah dia sudah benar-benar mengerti dan memahami apa yang didakwakan penuntut umum kepadanya. Jika terdakwa belum mengerti, maka hakim memerintahkan kepada penuntut umum untuk menjelaskan lebih lanjut tentang hal-hal yang belum dimengerti dan dipahami oleh terdakwa.
7.    Apabila terdakwa atau penasihat hukumnya ingin mengajukan eksepsi atau keberatan, maka setelah pembacaan surat dakwaan oleh penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukumnya dapat mengajukan eksepsi atau keberatan. Terhadap eksepsi atau keberatan tersebut, penuntut umum diberi kesempatan oleh hakim untuk mengajukan pendapatnya. Atas eksepsi atau keberatan tersebut hakim mempertimbangkan dan menjatuhkan keputusan.
         (Melihat contoh kasus tersebut, nampaknya tidak ada alasan untuk mengajukan eksepsi atau keberatan).
       Keberatan dapat diajukan terdakwa terhadap beberapa hal, antara lain:
       a.    Keberatan karena Pengadilan Negeri tersebut tidak berwenang mengadili, karena kejadian atau tindak pidana yang terjadi serta terdakwanya tinggal di wilayah hukum Pengadilan Negeri lain.
       b.    Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili dan yang berwenang adalah Pengadilan Militer, karena terdakwa seorang  anggota militer.
       c.    Menganggap dakwaan yang diajukan penuntut umum tidak tepat baik mengenai dasar hukumnya maupun sasaran dakwaan.
       d.    Apa yang didakwakan kepada terdakwa dianggap bukan merupakan kejahatan ataupun pelanggaran.
       e.    Apa yang didakwakan kepada terdakwa pernah diputus dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
       f.     Apa yang telah didakwakan kepada terdakwa telah lewat waktu atau kadaluwarsa.
8.    Karena tidak ada eksepsi atau keberatan dari terdakwa, maka setelah pembacaan surat dakwaan dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi. Yang diperiksa pertama kali adalah saksi korban, yang dalam contoh kasus di sini bernama Brutu. Hakim ketua memerintahkan kepada penuntut umum untuk menghadirkan saksi korban. Setelah saksi korban hadir, hakim ketua menanyakan Apakah saudara bersedia menjadi saksi? Jika bersedia, maka hakim ketua memerintahkan saksi untuk berdiri diambil sumpahnya. Namun sebelumnya hakim menanyakan agama yang dianut saksi dan supaya saksi menirukan kata-kata yang diucapkan hakim berkenaan dengan sumpah tersebut. Pada waktu mengucapkan sumpah, saksi didampingi oleh rohaniwan. Jika saksi beragama Islam, rohaniwan di belakang saksi dengan memegang Al-Qur’an yang diangkatkan di atas kepala saksi, dan kata-kata hakim yang harus ditirukan saksi adalah sebagai berikut: “Demi Allah saya bersumpah, bahwa saya sebagai saksi, akan memberikan keterangan dengan benar sebagaimana yang sebenarnya”. Khusus untuk yang beragama Kristen atau Katolik kata-kata itu adalah sebagai berikut: Saya berjanji, bahwa saya sebagai saksi, akan memberikan keterangan dengan benar sebagaimana yang sebenarnya. Semoga Tuhan menolong saya. Tata cara rohaniwan mendampingi saksi untuk agama yang satu dengan agama yang lainnya berbeda-beda, misalnya untuk Kristen dan Katolik, tangan kiri saksi diletakkan di atas Injil yang dipegang rohaniwan dan tangan kanannya mengacungkan dua jari, sedangkan untuk  Hindu dan Buddha kedua tangan saksi memegang satu dupa. Setelah mengucapkan sumpah, saksi ditanya oleh hakim identitasnya dan apakah saksi kenal dengan terdakwa ataukah ada hubungan saudara atau ada hubungan kerja. Kemudian saksi disuruh untuk memberikan keterangan tentang apa yang dilihat dan didengarnya sendiri. Mengenai peristiwanya, misalnya sebagai berikut: “Pada hari Sabtu tanggal 12 Januari 1997, saya mengendarai sepeda motor milik saya sendiri yang saya beli dengan harga Rp8.000.000,00 Honda Tiger Nomor polisi AB 3030 BA, dan kira-kira pukul 19.00 WIB saya berhenti memarkir sepeda motor tersebut di toko Mawar Jalan Sultan Agung Nomor 12. Posisi kendaraan saya kunci stang. Kemudian saya masuk toko tersebut untuk membeli kertas HVS, ballpoint, buku tulis, dan pita printer. Saat saya keluar kira-kira pukul 19.45 WIB saya lihat kendaraan saya Honda Tiger AB 3030 BA sudah tidak ada di tempat, saya tanyakan kepada orang-orang yang ada di sekitar toko, semuanya tidak tahu. Kemudian saya melaporkan hal itu kepada Polisi Sektor Kecamatan Pakualaman”.  
9.    Hakim ketua maupun hakim anggota, atas keterangan saksi dapat mengajukan pertanyaan kepada saksi. Kemudian hakim mempersilakan kepada penuntut umum  maupun pembela atau penasihat hukum terdakwa untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi.
10.  Setelah pemeriksaan saksi korban selesai, kemudian dilanjutkan dengan saksi yang lain, dalam kasus ini Suar teman terdakwa. Seperti halnya saksi korban, saksi (Suar) ini pun prosedurnya sama dengan saksi korban. Ia harus mengangkat sumpah atau janji dan memberikan keterangan tentang apa yang dilihat, didengar dan dialami sendiri berkaitan dengan peristiwanya. Terhadap saksi ini pun, penuntut umum maupun penasihat hukum terdakwa dapat mengajukan pertanyaan terhadapnya. Semua keterangan saksi dapat dicocokkan kepada terdakwa, dan semua keterangan saksi tersebut dilihat dan didengar oleh terdakwa. Selama pemeriksaan saksi di atas dapat diajukan pula barang-barang bukti, untuk mencocokkan keterangan yang disampaikan saksi.
11.  Setelah pemeriksaan saksi selesai, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. Dalam hal ini terdakwa dimintai keterangannya berkaitan dengan peristiwanya. Jadi keterangan terdakwa di sini disampaikan setelah pemeriksaan saksi. Terdakwa memberikan keterangannya setelah ditanya oleh hakim:”Saudara terdakwa, apakah semua keterangan yang disampaikan saksi-saksi tadi benar?” Terdakwa dapat membenarkan ataupun tidak, jika tidak ia harus memberikan alasannya. Kemudian majelis hakim dapat mengajukan beberapa pertanyaan kepada terdakwa berkaitan dengan peristiwa pidananya. Hakim ketua juga memberi kesempatan kepada penuntut umum maupun penasihat hukum terdakwa untuk mengajukan pertanyaan kepada terdakwa. Semua pertanyaan dapat diajukan secara bebas, namun harus berhubungan dengan perkara yang sedang diperiksa. Pertanyaan yang tidak ada kaitannya dengan perkara yang sedang diperiksa dapat ditolak oleh hakim. Di sinilah peran hakim dalam memandu dan memimpin jalannya sidang pengadilan.
12.  Setelah pemeriksaan dianggap selesai oleh hakim, maka hakim ketua mempersilakan penuntut umum untuk mengajukan tuntutan. Sebelum mengajukan tuntutan, penuntut umum dapat memohon kepada hakim untuk menunda sidang guna menyusun tuntutannya. Dalam mengajukan tuntutan, penuntut umum mendasarkan kepada hasil pemeriksaan sidang pengadilan tersebut, misalnya: “Bahwa berdasarkan atas hasil pemeriksaan saksi-saksi …..dan barang bukti yang diajukan…, serta keterangan dari terdakwa, terbukti bahwa saudara terdakwa bernama…, alamat…, usia…dst. (identitasnya) pada hari Sabtu tanggal 12 Januari 1997 .…dan seterusnya (kronologi peristiwanya) didukung oleh keterangan saksi Suar yang menyatakan…….,dan keterangan terdakwa sendiri yang menyatakan……. Untuk itu perbuatan terdakwa tersebut telah melanggar pasal 362 KUHP. Atas dasar bukti-bukti dan pertimbangan di atas, penuntut umum mohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan: menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama 5 tahun”.
13.  Setelah penuntut umum mengajukan tuntutan, kemudian hakim mempersilahkan terdakwa atau penasihat hukumnya untuk mengajukan pembelaan. Seperti halnya penuntut umum terdakwa atau penasihat hukumnya dapat memohon kepada hakim untuk menunda sidang guna mempersiapkan pembelaannya. Penundaan sidang atas dasar kesepakatan dengan majelis hakim, biasanya dengan memperhitungkan masa penahanan terdakwa. Pembelaan terdakwa dapat diajukan dengan alasan kondisi terdakwa sendiri yang terpaksa melakukan perbuatan itu karena terdorong oleh rasa untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya yang mendesak bila ia mengaku seluruh perbuatan yang dilakukannya, untuk kemudian memohon kepada hakim menjatuhkan hukuman seringan-ringannya. Pembelaan terdakwa juga dapat ditujukan melawan dan melumpuhkan semua dakwaan dan tuntutan pidana yang diajukan penuntut umum, yang kemudian terdakwa mohon kepada hakim untuk membebaskan dirinya dari segala tuntutan hukum. Pembelaan dapat diajukan sebagai usaha secara argumentatif meniadakan kenyataan, peristiwa, dan pembuktian yang diajukan penuntut umum.
14.  Setelah terdakwa atau penasihat hukumnya mengajukan pembelaan, maka penuntut umum dipersilahkan oleh hakim untuk mengajukan jawaban atas pembelaan terdakwa, dan terdakwa juga diberi kesempatan untuk mengajukan jawaban atas jawaban pembelaan terdakwa dari penuntut umum. Jawaban penuntut umum yang diajukan dapat dilakukan untuk menguatkan tuntutan dan menolak alasan pembelaan terdakwa. Demikian pula jawaban terdakwa atas jawaban pembelaan terdakwa yang diajukan penuntut umum dapat berupa menguatkan alasan pembelaan terdakwa.
15.  Setelah jawaban dianggap cukup oleh hakim, maka hakim ketua dapat menutup sidang untuk melakukan musyawarah majelis hakim guna mengambil putusan. Dengan demikian sidang ditunda sampai saat yang ditentukan, dan untuk sidang selanjutnya hakim akan membacakan putusannya.
16.  Pada hari dan tanggal yang telah ditentukan, hakim membuka sidang kembali untuk membacakan putusannya.
 “PUTUSAN ”
No.21/Pid/ . . . . /1997/PN.Yk.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA          
         Pengadilan Negeri di Yogyakarta yang mengadili perkara-perkara Pidana pada tingkat pertama, dengan hakim majelis telah menjatuhkan putusan sebagai berikut di dalam perkara:
         Terdakwa: (identitas diri)
         -       Dakwaan (sesuai pada surat dakwaan)
       Menimbang
         -       Bahwa….(mengenai fakta dan keadaan yang diketemukan di persidangan, alat pembuktian, kesimpulan tuntutan pidana dari penuntut umum, dan pembelaan terdakwa atau penasihat hukumnya)
         -       Memperhatikan pasal-pasal peraturan perundang-undangan….
         -       Hal-hal yang memberatkan dan meringankan…
       Mengadili
         -       (menghukum, membebaskan terdakwa, atau menyatakan lepas dari segala tuntutan hukum)
         -       (pembebanan biaya perkara)
         -       (penentuan barang bukti, dikembalikan ke pemilik, disita ataukah dimusnahkan)
                 Demikianlah putusan tersebut diambil dalam musyawarah Majelis Hakim pada hari . . . tanggal . . ., oleh kami: . . . sebagai Ketua.  . . ., . . . sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari . . . tanggal . . . oleh kami Ketua Majelis tersebut dengan didampingi oleh kedua Hakim Anggota, dibantu oleh . . . Panitera, dan dihadiri oleh . . . selaku penuntut umum, dan terdakwa.
              Setelah putusan dibacakan, sebelum sidang ditutup hakim ketua memberitahukan kepada  terdakwa  tentang segala sesuatu apa yang menjadi haknya, sehubungan dengan putusan pemidanaan. Hak-hak terdakwa tersebut antara lain:
       1.    Hak untuk mempelajari putusan.
       2.    Hak untuk menerima atau menolak putusan.
       3.    Hak untuk mencabut penyataan menerima atau menolak putusan.
       4.    Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan untuk mengajukan grasi.
       5.    Hak untuk mengajukan banding.

0 komentar:

Posting Komentar

video

twitter

Diberdayakan oleh Blogger.

Ads 468x60px

Social Icons

Followers

Featured Posts

Salas Abdullah Roziqin
Selamat datang di blog SEDIKIT BERBAGI, Terima kasih telah berkunjung di blog kami.. Semoga anda senang!!