Materi PKn Kelas VII: Norma-Norma dalam Masyarakat
1.1 Hakekat Norma –norma, Kebiasaan, Adat Istiadat, Peraturan yang Berlaku dalam Masyarakat
A. Pengertian Norma
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari aturan-aturan hidup yang berlaku. Aturan-aturan tersebut yang sering disebut norma. Dengan demikian norma adalah kaidah atau aturan yang disepakati dan memberi pedoman bagi perilaku para anggotanya dalam mewujudkan sesuatu yang dianggap baik dan diinginkan. Singkatnya, norma adalah kaidah atau pedoman bertingkahlaku berisi perintah, anjuran dan larangan.
B. Macam-macam Norma
Kita dapat membedakan beberapa macam norma berdasarkan sumber/asal usulnya dan berdasarkan daya mengikatnya. Berdasarkan sumber/asal-usulnya, norma dapat dibagi menjdi norma agama, norma kesusilaan,norma kesopanan dan norma hukum. Sedangkan berdasarkan daya mengikatnya norma dapat dibagi menjadi cara(usage), kebiasaan, tata kelakuan, dan adat istiadat.
Pembagian norma berdasarkan sumber/asal usulnya dapat diperhatikan melalui tabel berikut:
No
|
Norma
|
Pengertian
|
Contoh
|
Sanksi
|
1
|
Agama
|
Petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan yang disampaikan melalui utusannya yang berisi perintah, larangan atau anjuran
|
a. Shalat
b. Tidak berjudi
c. Suka berbuat baik, dll
|
Umumnya tidak langsung karena diberikan setelah meninggal dunia
|
2
|
Kesusilaan
|
Aturan yang datang atau bersumber dari hati nurani manusia (insan kamil) tentang baik buruknya suatu perbuatan
|
a. Berlaku jujur
b. Bertindak adil
c. Meng-hargai orang lain
|
Tidak tegas, karena hanya diri sendiri yang merasakan (Merasa bersalah, malu, menyesal, dsb.)
|
3
|
Kesopanan
|
Peraturan
hidup yang timbul dari hasil pergaulan segolongan manusia di dalam
masyarakat dan dianggap sebagai tuntutan pergaulan sehari-hari
Norma kesopanan ini bersifat relatif, artinya apa yang dianggap sebagai norma kesopanan berbeda-beda di berbagai tempat, lingkungan dan waktu
|
a. Meng-hormati orang yang lebih tua
b. Tidak berkata kasar
c. Menerima dengan tangan kanan
d. Tidak boleh meludah disemba-rang tempat
|
Tidak tegas tapi dapat diberikan oleh masyarakat berupa celaan, cemoohan atau dikucilkan dari pergaulan.
|
4
|
Hukum
|
Norma hukum adalah pedoman hidup yang dibuat dan dipaksakan oleh negara.
Ciri norma hukum antara lain adalah diakui oleh masyarakat sebagai ketentuan yang sah dan ada penegak hukum sebagai pihak yang berwenang memberikan sanksi
Tujuan utama norma hukum adalah menciptakan suasana aman dan tentram dalam masyarakat.
|
a. Harus tertib
b. Harus sesuai aturan
c. Dilarang mencuri, membu-nuh, meram-pok, dsb.
|
Tegas, Nyata, mengikat dan bersifat memaksa.
|
Sedangkan pembagian norma berdasarkan daya mengikatnya adalah sebagai berikut:
1. Cara (Usage) adalah norma yang paling lemah daya mengikatnya. Cara atau usage lebih menonjol dalam hubungan antar individu. Orang-orang yang melanggarnya paling-paling akan mendapat cemoohan atau ejekan saja. Contoh: ketika selesai makan seseorang bersendawa atau mengeluarkan bunyi sebagai tanda kekenyangan. Tindakan tersebut dianggap tidak sopan, dan oleh karena orang tersebut akan mendapat ejekan/cemoohan.
2. Kebiasaan, adalah perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama karena orang banyak menyukai dan menganggap penting dan karenanya juga terus dipertahankan. Daya mengikatnya lebih tinggi dibandingkan cara atau usage. Selain hanya merupakan soal rasa atau selera belaka, kebiasaan merupakan tindakan yang berkadar moral kurang penting. Bila orang tidak melakukannya, maka akan dianggap sebagai suatu penyimpangan terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Setiap perilaku yang menyimpang (berlainan) dari yang umum selalu mengundang gosip atau tertawaan orang lain, namun tidak dihukum atau dipenjara. Contoh, Jika mau masuk ke rumah orang harus permisi dulu dengan mengetuk pintu, menghormati orang yang lebih tua, kebiasaan menggunakan tangan kanan ketika hendak memberikan sesuatu kepada orang lain, dan sebagainya.
3. Tata Kelakuan, merupakan kebiasaan tertentu yang tidak sekedar dianggap sebagai cara berperi laku, melainkan diterima sebagai norma pengatur. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang hidup dalam kelompok manusia dan dilaksanakan sebagai alat kontrol oleh masyarakat terhadap anggotanya. Tata kelakuan memaksakan suatu perbuatan sekaligus melarang perbuatan tertentu. Pelanggaran terhadap tata kelakuan adalah sanksi yang agak berat, seperti dikucilkan secara diam-diam dari pergaulan. Contoh: berciuman di depan umum, berpakaian sangat minim dan sebagainya.
4. Adat Istiadat merupakan aturan yang sudah menjadi tata kelakuan dalam masyarakat yang sifat kekal serta memiliki keterpaduan (integritas) yang tinggi dengan pola perilaku masyarakat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan menerima sanksi yang keras yang kadang-kadang secara tidak langsung diperlukan. Contoh hukum adat yang melarang terjadinya perceraian antara suami isteri yang berlaku di daerah Lampung. Suatu perkawinan dinilai sebagai kehidupan bersama yang sifatnya abadi dan hanya dapat terputus apabila salah satu meninggal dunia. Apabila terjadi perceraian, maka tidak hanya yang bersangkutan yang tercemar namanya, tetapi seluruh keluarga dan bahkan seluruh suku. Untuk menghilangkan kecemaran tersebut diperlukan suatu upacara adat khusus dan membutuhkan biaya besar. Biasanya orang yang melakukan pelanggaran tersebut dikeluarkan dari masyarakat itu. Juga keturunannya sampai dia dapat mengembalikan keadaan yang semula.
Latihan Uji Kompetensi
1. Apa yang dimaksud norma?
2. Jelaskan (dan berikan contoh) yang dimaksud:
a. Norma agama
b. Norma kesusilaan
c. Norma kesopanan
d. Norma hukum
3. Apa yang dimaksud kebiasaan?
4. Jelaskan pula yang dimaksud norma adat?
5. Jelaskan perbedaan cara (usage), kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat!
6. Jelaskan manfaat norma bagi kehidupan manusia!
Uji Kompetensi
I. Pilihlah salah satu jawaban di bawah ini dengan cara memberi tanda silang (X) pada alternatif yang benar atau paling benar di antara empat kemungkinan jawaban yang tersedia!
1. Peraturan hidup yang berasal dari Tuhan disebut norma ...
A. kesusilaan
B. hukum
C. agama
D. kesopanan
2. Jangan meludah disembarang tempat. Hal tersebut merupakan contoh norma ....
A. kesusilaan
B. hukum
C. agama
D. kesopanan
3. Norma yang sanksinya berupa rasa menyesal dinamakan norma
A. kesusilaan
B. hukum
C. agama
D. kesopanan
4. Sedangkan norma yang sanksinya dapat berupa cemoohan dari orang lain, dibicarakan bahakan diusir dari kelompok masyakat tertentu dinamakan norma ....
A. kesusilaan
B. hukum
C. agama
D. kesopanan
5. Kelebihan manusia dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya adalah, manusia dikaruniai….
A. bentuk fisik yang sempurna
B. rasa malu
C. akal pikiran
D. hat nurani
6. Kaidah atau norma yang jenis sanksinya berupa pengusiran dari kelompoknya dinamakan kaidah….
A. kesusilaan
B. adat atau kemasyarakatan
C. agama
D. hukum
7. Manakah di antara kaidah hidup di bawah ini yang mempunyai sanksi paling tegas, baik di dunia maupun di akherat?
A. kesusilaan
B. adat atau kemasyarakatan
C. agama
D. hukum
8. Tujuan yang paling mendasar diciptakannya kaidah atau norma dalam masyarakat adalah untuk mewujudkan….
A. kepastian hukum
B. ketertiban dalam masyarakat
C. keadilan sosial
D. kebahagiaan bagi masyarakat
9. Manakah di antara perbuatan di bawah ini yang bisa dikatagorikan bentuk pelanggaran terhadap keempat norma yang ada dalam masyarakat ?
A. mencuri
B. memberikan warisan kepada pihak perempuan saja
C. memfitnah
D. menghina tetangga
10. Norma mempunyai fungsi yang sangat penting dalam masyarakat, yaitu untuk....
A. menegakkan keadilan
B. menegakkan kebenaran
C. menciptakan ketertiban
D. mewujudkan kebersamaan
1.2 Hakekat dan Arti Penting Hukum bagi Warga Negara
A. Pengertian Hukum
Di atas telah dijelaskan bahwa hukum merupakan salah satu jenis norma. Apa yang dimaksud hukum? Banyak pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian hukum. Salah satunya yang menyatakan bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat.
Berdasarkan pengertian di atas, kita dapat menyimpulkan beberapa unsur dan ciri hukum.
1) Unsur-unsur hukum, meliputi:
a) Peraturan yang dibuat mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat
b) Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c) Peraturan itu bersifat memaksa
d) Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
2) Ciri-ciri hukum adalah:
a) Adanya perintah dan/atau larangan
b) Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi/ditaati oleh setiap orang.
B. Tujuan Hukum dan Arti Pentingnya Hukum
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang tujuan adanya hukum, antara lain sebagai berikut
a) Menurut Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil
b) Menurut Van Kan, tujuan hukum adalah untuk menjaga kepentingan tiap manusia supaya kepentingan itu tidak dapat diganggu.
c) Menurut E. Utrecht, tujuan hukum adalah bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia.
d) Menurut Mochtar Kusumaatmadja, tujuan hukum adalah terpelihara dan terjaminnya keteraturan dan ketertiban.
Berdasarkan pendapat di atas jelaslah bahwa hukum memiliki kedudukan yang penting untuk mengatur kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Setiap warga negara tentu diharapkan memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi. Kesadaran hukum di sini diartikan sebagai kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Orang yang memiliki kesadaran hukum akan memiliki ciri-ciri:
a) Mengetahui tentang hukum atau peraturan yang ada
b) Mengetahui isi dari hukum atau peraturan tersebut
c) Bersikap dan berperilaku sesuai dengan tuntutan isi hukum tersebut.
Untuk mengetahui tingkat kesadaran hukum kita, kita dapat mengevaluasinya dengan menjawab pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda (v) secara jujur:
No
|
Pernyataan/Pertanyaan
|
Option
| |
Ya
|
Tidak
| ||
1
|
Apakah kita sudah mematuhi aturan atau peraturan yang berlaku
| ||
2
|
Apakah kita mematuhi suatu aturan/peraturan karena merasa takut dihukum, takut pada atasan atau takut pada hal lainnya
| ||
3
|
Apakah kita mematuhi suatu aturan/peraturan karena karena ingin dipuji
| ||
4
|
Apakah kita mematuhi suatu aturan/peraturan karena kita merasa diuntungkan
| ||
5
|
Apakah kita mematuhi suatu aturan/peraturan karena kita menyadari akan pentingnya aturan atau peraturan tersebut
|
1. Apa yang dimaksud hukum?
2. Sebutkan unsur-unsur hukum!
3. Tuliskan ciri-ciri hukum!
4. Tuliskan tujuan diadakannya hukum!
5. Jelaskan arti penting hukum bagi warga negara!
C. Pembagian Hukum
Pembagian hukum antara lain dapat dilihat dari sumbernya, bentuk, cara mempertahankan, sifat dan isinya. Menurut sumbernya hukum terdiri dari hukum undang-undang; hukum kebiasaan, hukum traktat, dan hukum yurisprudensi. Menurut bentuknya hukum terdiri dari hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Menurut cara mempertahankan hukum terbagi dalam hukum materil dan hukum formil. Sedangkan menurut isinya hukum terdiri dari hukum privat (sipil) dan hukum publik (hukum negara). Hukum privat itu sendiri terbagi dua, yakni hukum perdata dan hukum dagang; sedangkan hukum publik terbagi empat yakni: hukum tata negara; hukum administrasi negara; hukum pidana dan hukum internasional. Untuk lebih jelasnya perhatikan bagan berikut ini:
1) Menurut sumbernya, hukum terdiri dari:
a) Hukum Undang-undang adalah hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
b) Hukum Kebiasaan adalah hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan (adat)
c) Hukum traktat, adalah hukum yang merupakan hasil perjanjian antara negara
d) Hukum Yurisprudensi adalah hukum yang terbentuk karena putusan hakim. Yurisprudensi itu sendiri mengandung pengertian keputusan hakim yang terdahulu yang dijadikan keputusan-keputusan hakim kemudian dalam persoalan-persoalan yang serupa.
2) Menurut Bentuknnya, hukum terdiri dari:
a) Hukum tertulis adalah hukum yang dicantumkan dalam pelbagai peraturan perundang-undangan (tertulis).
b) Hukum tidak tertulis adalah hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tetapi tidak tertulis namun tetap berlaku seperti suatu peraturan perundang-undangan.
3) Menurut cara mempertahankan, hukum terdiri dari:
a) Hukum Materiil, yakni hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan. Hukum materiil dapat juga diartikan hukum yang isinya berupa perintah-perintah dan larangan serta sanksi atau hukuman terhadap orang yang melanggar perintah atau larangan tersebut. Misalnya hukum pidana dan hukum perdata.
b) Hukum Formil adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara melaksanakan dan mempertahankan hukum materil. Hukum formil dapat juga diartikan peraturan yang mengatur cara-cara mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan dan bagaimana cara-cara hakim memberikan putusan. Misalnya hukum acara pidana dan hukum acara perdata.
4) Menurut isinya hukum terdiri dari
a. Hukum privat (hukum sipil) adalah hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Hukum privat terbagi dalam hukum perdata dan hukum dagang. Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain yang menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan; sedangkan hukum dagang adalah mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum (seperti perusahaan) dan antara manusia yang satu dengan yang lain dalam lapangan perdagangan.
b. Hukum Publik (hukum negara) adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapan negara dan hubungan negara dengan warga negara (perorangan).
Hukum publik terdiri dari hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana dan hukum internasional.
(a) Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur bentuk dan susunan pemerintahan suatu negara serta hubungan kekuasaan antara alat-alat perlengkapan negara satu sama lain dan hubungan antara negara (pemerintah pusat) dan bagian-bagian negara (pemerintah daerah).
(b) Hukum administrasi negara atau disebut juga hukum tata usaha negara adalah hukum yang mengatur cara-cara menjalankan tugas (hak dan kewajiban) dari kekuasaan alat-alat perlengkapan negara.
(c) Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang dan memberikan pidana (hukuman) kepada siapa yang melanggarnya.
(d) Hukum internasional, yakni hukum yang mengatur hubungan hukum dalam dunia inetrnasional. Hukum internasional ini terbagai atas hukum perdata internasional dan hukum publik internasional.
D. Perbedaaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata
Hukum pidana mengatur hubungan antara seorang anggota masyarakat (warga negara) dan negara yang menguasai tata tertib masyarakat Indonesia. Hukum pidana pada umumnya mengatur hal-hal yang berupa pelanggaran dan kejahatan. Pelanggaran maksudnya adalah hal-hal kecil atau ringan yang diancam dengan hukuman denda, misalnya seorang yang mengendarai mobil tanpa membawa SIM atau Surat Izin Mengemudi. Ini berarti sopir tersebut telah melanggar Undang-Undang Lalulintas dan Angkutan Jalan Raya (UULAJR); Sedangkan kejahatan adalah mengatur soal-soal yang besar, seperti pembunuhan, pencuruian, penganiayaan, dan lainnya. Pelanganggran terhadap hukum pidana pada umumnya segera diambil tindakan
Sedangkan hukum perdata mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan kepada kepentingan perorangan. Hukum perdata ini dibagi dalam empat bagian, yakni hukum perorangan, hukum keluarga, hukum harta kekayaan, dan hukum waris
Latihan Uji Kompetensi
1. Tuliskan jenis-jenis hukum menurut sumbernya dan berikan penjelasan satu persatu!
2. Tuliskan jenis-jenis hukum menurut bentuknya dan berikan penjelasan satu persatu!
3. Tuliskan jenis-jenis hukum menurut cara mempertahankannya dan berikan penjelasan satu persatu!
4. Tuliskan jenis-jenis hukum menurut isinya dan berikan penjelasan satu persatu!
UJI KOMPETENSI
1. Alasan masyarakat memerlukan norma hukum,adalah….
a. ingin berbuat yang terbaik bagi dirinya
b. belum semua kejawaban yang tersediapentingan terwadahi dalam norma yang lain
c. tidak semua orang mentaati norma yang ada
d. hendak mewujudkan kepastian hukum
2. Contoh-contoh berikut yang termasuk kepada peristiwa perdata adalah...
a. pembagian harta waris
b. melakukan penghinaan terhadap orang lain
c. terjadi pemukulan terhadap pencuri
d. tidak melaporkan kejahatan yang pernah dilihatnya
3. Perbedaan norma hukum dengan norma lainya dalam masyarakat, yaitu norma hukum....
a. Dibuat oleh negara
b. Berlaku bagi masyarkat tertentu
c. Sanksi tidak begitu tegas
d. Tergantung kepada keinginan masyarakat
4. Ditangkap dan dipenjarakan adalah contoh sanksi dari norma.....
a. Hukum
b. Agama
c. Kesopanan
d. Adat
5. Berikut ini yang tidak termasuk hukum publik adalah hukum.....
a. Perdata
b. Pidana
c. Tata negara
d. Administrasi negara
6. Sekalipun di masyarakat telah ada dan berkembang kaidah/norma hidup, namun dalam pelaksanaannya manusia masih memerlukan norma hukum. Hal ini dikarenakan….
A. setiap manusia ingin berusaha untuk berbuat yang terbaik badi dirinya
B. semua kepentingan manusia telah terwadahi dalam ketiga norma
C. tidak semua orang mentaati norma yang ada
D. kepentingan setiap orang berbeda-beda
7. Salah satu ciri norma hukum bila dibandingkan dengan norma lainnya adalah dari segi sanksinya, yaitu….
A. sudah ditentukan terlebih dahulu
B. tegas dan keras
C. tidak memandang siapa yang bersalah
D. dibuat oleh lembaga kemasyarakatan
8. Hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dan orang yang lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
A. Hukum privat
B. Hukum public
C. Hukum material
D. Hukum formil
9. Hukum yang terbentuk karena putusan hakim.
A. Hukum Undang-undang
B. Hukum Yurisprudensi
C. Hukum Traktat
D. Hukum Kebiasaan
10. Tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib masyaralat secara damai dan adil. Hal ini merupakan pendapat
A. Utrecht
B. Soerjonosokanto
C. Van Apeldoorn,
D. Van Volen Hoppen
1.3 Menerapkan Norma-norma, Kebiasaan, Adat Istiadat dan Peraturan yang berlaku dalam keidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Norma, Kebiasaan, adat istiadat yang baik serta peraturan yang berlaku harus ditegakkan oleh seluruh komponen bangsa. Sebagai warga negara yang baik dan menyadari akan pentingnya norma, kebiasaan, adat istiadat yang baik serta peraturan yang berlaku untuk menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sudah seyogyanya mengemalkan ketentuan tersebut dalam perilaku kehidupan sehari-hari.
Dibawah ini diberikan contoh penerapan norma, kebiasaan, adat istiada dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah, masyaralat dan negara.
1) Contoh penerapan norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan keluarga
a) berperilaku sopan
b) mengerjakan pekerjaan rumah yang telah disepakati bersama (mengepel, mencuci, dan sebagainya)
c) hormat kepada orang tua
d) taat kepada perintah orang tua
e) bertutur kata yang baik
f) saling menyayangi antar anggota keluarga
g) hidup rukun dalam keluarga
2) Contoh penerapan norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan Sekolah
a) mentaati peraturan dan tata tertib sekolah;
b) tidak terlambat datang ke sekolah
c) tidak membolos
d) memakai seragam sekolah
e) santun terhadap guru
f) menyayangi teman
g) tidak melakukan tindakan yang melanggar aturan/peraturan yang berlaku
h) tidak berjudi, tidak mabuk dan tidak menggunakan obat-obatan yang dilarang (Narkoba)
3) Contoh penerapan norma, kebiasaan, adat istiadat dan peraturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat dan negara
a) Ikut mendukung program keamanan dan ketertiban masyarakat (poskamling/ronda)
b) Mematuhi peraturan lalulintas
c) Tidak melakukan tindakan main hakim sendiri
d) Membayar pajak sesuai dengan ketentuan, dsb
Tugas 1
1) Contoh-contoh penerapan di atas, bersifat umum (tidak diberikan tiap-tiap bagian). Oleh karena itu, bersama kelompokmu diskusikan contoh-contoh penerapan norma agama, kesusialan, kesopanan dan norma hukum dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat/negara
Norma
|
Contoh Penerapan dalam Lingkungan Keluarga
|
Contoh Penerapan dalam Lingkungan sekolah
|
Contoh Penerapan dalam Lingkungan Masyarakat
|
Agama
| |||
Kesusilaan
| |||
Kesopanan
| |||
Hukum
|
2) Bersama kelompokmu, diskusikan contoh-contoh penerapan aturan/norma yang termasuk dalam kelompok cara (usage), kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat.
Norma
|
Contoh Penerapan
|
Cara (usage)
| |
Kebiasaan
| |
Tata Kelakuan
| |
Adat Istiadat
|
Tugas 2
1. Amati pelaksanaan norma, kebiasaan dan adat istiadat di lingkungan sekolahmu! Laporan tentang jenis dan jumlah pelanggaran terhadap norma, kebiasaan dan adat istiadat yang terjadi di sekolahmu!
2. Amati pelaksanaan norma, kebiasaan dan adat istiadat di lingkungan masyarakatmu! Laporan tentang jenis dan jumlah pelanggaran terhadap norma, kebiasaan dan adat istiadat yang terjadi di lingkungan masyarakat sekitar tempat tinggalmu!
PEMBAGIAN Hukum
Bermacam-macamnya
kebutuhan hidup manusia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
menjadikan bermacam-macamnya aturan yang mengatur interaksi di antara mereka
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini membawa akibat atau konsekuensi
adanya bermacam-macam hukum yang mengaturnya. Dengan demikian ada
bermacam-macam hukum yang berlaku di negara ini.
Perbandingan
bermacam-macam hukum yang berlaku dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Pembagian Hukum Menurut
Isinya
Pembagian hukum
menurut isinya, dibagi menjadi:
a. Hukum privat, yaitu hukum yang
mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain.
Contohnya: hukum perkawinan dan hukum perdata.
b. Hukum publik, yaitu hukum yang
mengatur hubungan hukum antara negara dengan perseorangan atau warga negara,
atau hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat perlengkapan
negara. Contohnya: hukum pidana dan hukum tata negara.
2. Pembagian Hukum Menurut
Fungsinya
Pembagian hukum
menurut fungsinya dibagi menjadi:
a. Hukum materiil, yaitu hukum
yang mengatur berbagai hal, baik hubungan hukum antara orang-orang, antara
orang dengan pemerintah, menentukan hak-hak dan kewajiban, memerintahkan dan
melarang berbagai perbuatan kepada orang-orang dalam masyarakat. Contohnya:
hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, hukum tata usaha negara, dan
sebagainya.
b. Hukum formal, yaitu hukum yang
mengatur bagaimana mempertahan-kan hukum materiil. Contohnya: hukum acara
pidana, hukum acara perdata, hukum acara tata usaha negara, dan sebagainya.
3. Pembagian Hukum Menurut
Sifatnya
Pembagian hukum
menurut sifatnya dibagi menjadi:
a. Hukum pemaksa, yaitu hukum
yang mempunyai sifat keharusan untuk ditaati, dan dalam keadaan konkrit tidak
dapat dikesampingkan, serta harus dilaksanakan dan diikuti oleh semua pihak.
Contohnya aturan mengenai ketertiban umum, kesusilaan, dan sebagainya.
b. Hukum pelengkap, yaitu hukum
yang dalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan
perjanjian yang dibuat oleh mereka. Contohnya aturan tentang perikatan di Buku
III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, misalnya apabila dua orang akan
mengadakan perjanjian dengan syarat-syarat yang ditentukan sendiri dapat
dibenarkan. Namun bila tidak, maka terikat segala ketentuan yang ada di Kitab
Undang-undang Hukum Perdata.
4. Pembagian Hukum Menurut
Luas Berlakunya
Pembagian hukum
menurut luas berlakunya dibagi menjadi:
a. Hukum umum (ius generale),
yaitu hukum yang berlaku umum. Contohnya hukum tentang sewa-menyewa.
b. Hukum khusus (ius speciale/ius
particulare), yaitu hukum yang hanya berlaku untuk hal-hal khusus.
Contohnya hukum tentang sewa- menyewa rumah, hukum pidana militer, dan
sebagainya.
5. Pembagian Hukum Menurut
Waktu Berlakunya
Pembagian hukum
menurut waktu berlakunya dibagi menjadi:
a. Ius Constitutum, yaitu hukum
yang berlaku saat ini.
b. Ius Constituendum, yaitu hukum
yang akan datang berlakunya.
6. Pembagian Hukum Menurut
Bentuknya
Pembagian hukum
menurut bentuknya dibagi menjadi:
a. Hukum tertulis, yaitu hukum
yang bentuknya dalam suatu tulisan-tulisan yang mengatur hal-hal tertentu
tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hukum tertulis ada
yang telah dibukukan (dikodifikasikan) dan ada yang belum atau tidak
dikodifikasikan, masih terpisah-pisah.
b. Hukum tidak tertulis, yaitu
hukum yang bentuknya tidak tertulis yang tumbuh dan berlaku di masyarakat.
Contohnya hukum adat.
7. Pembagian Hukum Menurut
Sumbernya
Pembagian hukum
menurut sumbernya dibagi menjadi:
a. Undang-undang.
b. Yurisprudensi
Yaitu keputusan
hakim atau keputusan pengadilan yang terdahulu yang dijadikan dasar memeriksa
dan memutus perkara yang sejenis oleh hakim yang memeriksa perkara yang
bersangkutan.
c. Traktat
Yaitu perjanjian
antarnegara, baik perjanjian bilateral (antar dua negara) maupun perjanjian
multilateral (antarlebih dari dua negara).
d. Pendapat para ahli.
Pengadilan Sipil dan Pengadilan
Militer
Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman (menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
sebagaimana diubah oleh Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman) dinyatakan bahwa:
1. Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
2. Badan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha
negara.
Ketentuan undang-undang
yang mengatur peradilan umum adalah Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum, sedangkan ketentuan undang-undang yang mengatur peradilan agama
adalah Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan ketentuan
undang-undang yang mengatur peradilan tata usaha negara adalah Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, serta ketentuan
undang-undang yang mengatur peradilan militer adalah Undang-undang Nomor 31
Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
1. Pengadilan Sipil dalam
Peradilan Umum
Pengertian sipil
dilawankan dengan militer, oleh karena itu sipil disamakan dengan arti umum.
Pengadilan sipil berarti pengadilan umum, sedangkan pengadilan itu sendiri
mempunyai arti badan atau lembaga atau instansi yang mengadili suatu perkara.
Pengadilan umum berkaitan dengan lembaga yang menangani perkara umum, maksudnya
adalah badan yang berwenang menyidangkan suatu perkara umum.
Sebenarnya arti
sipil ada beberapa pengertian, seperti misalnya: sipil disamakan dengan perdata
dilawankan dengan publik yang disamakan dengan umum. Jadi hukum sipil sama
dengan hukum perdata, dan hukum publik adalah hukum umum contohnya hukum tata
negara, hukum pidana, dan hukum administrasi negara. Dalam pembahasan subbab
ini yang disepakati adalah pengertian sipil dilawankan dengan militer.
Pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum maksudnya adalah pengadilan dalam lingkungan proses
penanganan perkara umum. Yang dimaksud dengan perkara umum dalam hal ini adalah
perkara pidana dan perkara perdata.
Peradilan umum
adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
pada umumnya. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum dilaksanakan
oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan berpuncak di Mahkamah Agung
sebagai pengadilan negara tertinggi.
Pengadilan Negeri
merupakan pengadilan tingkat pertama, sedangkan Pengadilan Tinggi merupakan
pengadilan banding, dan Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari
semua lingkungan peradilan yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari
pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Dalam hal ini Mahkamah Agung
sebagai lembaga yang menyidangkan perkara setelah perkaranya diperiksa dan
diputuskan oleh Pengadilan Negeri.
Pengadilan Negeri
berkedudukan di kota
atau ibu kota
kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten. Sedangkan Pengadilan
Tinggi berkedudukan di ibu kota
provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Mahkamah Agung
berkedudukan di ibu kota
Negara Republik Indonesia.
Pengadilan Negeri
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan
perkara perdata di tingkat pertama. Sedangkan Pengadilan Tinggi bertugas dan
berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding, dan
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:
a. permohonan kasasi,
b. sengketa tentang kewenangan mengadili,
c. permohonan peninjauan kembali putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Mahkamah Agung
memutus permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau
tingkat terakhir dari semua lingkungan peradilan. Mahkamah Agung dalam tingkat
kasasi membatalkan putusan atau penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan
peradilan karena:
a. tidak berwenang atau melampaui batas
wewenang,
b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku,
c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan.
Mahkamah Agung
merupakan pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan yang
dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh Pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lainnya. Mahkamah Agung juga merupakan lembaga tinggi negara
yang berkedudukan di ibu kota
Negara Republik Indonesia.
2. Pengadilan Militer
dalam Peradilan Militer
Pengadilan
Militer merupakan lembaga yang menangani perkara militer. Perkara militer
berarti perkara yang dilakukan oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Segala perkara militer proses penanganannya diatur dalam Undang-undang Nomor 31
Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Pengadilan
Militer adalah suatu badan yang melakukan kekuasaan kehakiman di lingkungan
peradilan militer yang meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi,
Pengadilan Militer Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.
Pengadilan
Militer memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang
terdakwanya adalah:
a. Prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah,
b. Mereka yang berdasarkan undang-undang
dipersamakan dengan Prajurit, dan anggota suatu golongan atau jawatan atau
badan atau yang dipersamakan dengan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan
undang-undang yang terdakwanya “termasuk tingkat kepangkatan” Kapten ke bawah,
c. Mereka yang tidak termasuk golongan Prajurit
atau tidak termasuk golongan yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan
Prajurit harus diadili oleh Pengadilan Militer.
Pengadilan
Militer Tinggi pada tingkat pertama memeriksa dan memutus perkara pidana yang
terdakwanya adalah: (1) Prajurit atau salah satu Prajuritnya berpangkat Mayor
ke atas, (2) mereka yang berdasarkan ketentuan undang-undang dipersamakan
dengan Prajurit atau anggota golongan atau jawatan atau badan atau yang
dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang yang
terdakwanya atau salah satu terdakwanya “termasuk tingkat kepangkatan” Mayor ke
atas, dan (3) mereka yang tidak termasuk angka (2) yang harus diadili oleh
Pengadilan Militer Tinggi. Pada tingkat pertama, Pengadilan Militer Tinggi juga
memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata
atau Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia (Tata Usaha TNI).
Yang dimaksud
Keputusan Tata Usaha TNI adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh
badan atau pejabat Tata Usaha TNI yang berisi tindakan hukum berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan berkaitan dengan
penyelenggaraan pembinaan dan penggunaan TNI serta pengelolaan pertahanan
keamanan negara di bidang personel, materiil, fasilitas dan jasa yang bersifat
konkrit,
individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya ada seorang anggota TNI yang tidak bisa menerima keputusan atasannya yang menurunkan pangkatnya karena alasan yang tidak jelas. Dalam hal inilah terjadi sengketa tata usaha TNI.
individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya ada seorang anggota TNI yang tidak bisa menerima keputusan atasannya yang menurunkan pangkatnya karena alasan yang tidak jelas. Dalam hal inilah terjadi sengketa tata usaha TNI.
Pada tingkat
banding, Pengadilan Militer Tinggi memeriksa dan memutus perkara pidana yang
telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan
banding.
Pengadilan
Militer Tinggi juga berwenang memutus pada tingkat pertama dan terakhir
sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.
Setiap Pengadilan Militer Tinggi membawahi beberapa Pengadilan Militer yang
ditetapkan dengan Keputusan Panglima.
Yang dimaksud
dengan sengketa kewenangan mengadili adalah:
a. Apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih
menyatakan dirinya berwenang mengadili atas perkara yang sama.
b Apabila 2 (dua) pengadilan atau lebih menyatakan dirinya tidak
berwenang mengadili perkara yang sama.
Sebagai contoh dapat
dikemukakan sebagai berikut!
Misalnya
Pengadilan Militer Surakarta dan Pengadilan Militer Semarang berada di wilayah
hukum Pengadilan Militer Tinggi Semarang. Kedua Pengadilan Militer itu
dihadapkan pada satu perkara militer. Apabila kedua pengadilan tersebut berebut
untuk mengadili perkara tersebut, maka dalam hal ini terjadi sengketa
kewenangan mengadili, atau apabila kedua pengadilan tersebut tidak mau
mengadili perkara tersebut, maka dalam hal ini pun dapat disebut terjadi
sengketa kewenangan mengadili.
Oleh karena
itulah yang menentukan siapa yang paling berwenang untuk mengadili perkara
militer tersebut ada di tangan Pengadilan Militer Tinggi Jawa Tengah yang
berkedudukan di Semarang.
Pengadilan
Militer Utama memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan
sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata (TNI) yang telah diputus pada tingkat
pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding.
Tempat kedudukan
Pengadilan Militer Utama berada di ibu kota
negara Republik Indonesia
yang daerah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum pengadilan lainnya ditetapkan dengan
Keputusan Panglima (dalam hal ini Pengadilan Militer dan Pengadilan Militer
Tinggi).
Pengadilan Militer Utama
melakukan pengawasan terhadap:
a. Penyelenggaraan peradilan di semua
lingkungan Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan
Militer Pertempuran di daerah hukumnya masing-masing.
b. Tingkah laku dan perbuatan para hakim dalam
menjalankan tugasnya.
Pengadilan
Militer Utama juga berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang
bersangkutan dengan teknis peradilan dari Pengadilan Militer, Pengadilan
Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer Pertempuran. Pengadilan Militer Utama
memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada
Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, dan Pengadilan Militer
Pertempuran. Pengawasan dan kewenangan sebagaimana tersebut di atas tidak
mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara.
Pengadilan
Militer Utama meneruskan perkara yang dimohonkan kasasi, peninjauan kembali,
dan grasi kepada Mahkamah Agung.
Pengadilan
Militer Pertempuran memeriksa dan memutus pada tingkat pertama dan terakhir
perkara pidana yang dilakukan oleh Prajurit (atau yang berdasarkan undang-undang
dipersamakan dengan Prajurit, atau anggota suatu golongan atau jawatan atau
badan atau yang dipersamakan atau yang dianggap sebagai prajurit berdasarkan
undang-undang) di daerah pertempuran. Pengadilan Militer Pertempuran bersifat mobile
mengikuti gerakan pasukan dan berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah
pertempuran.
3. Pengadilan Agama dalam Peradilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha
Negara dalam Peradilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Agama
adalah lembaga yang menangani perkara bagi orang-orang yang beragama Islam
mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989. Kekuasaan kehakiman di lingkungan agama dilaksanakan oleh Pengadilan
Agama yang merupakan pengadilan tingkat pertama, dan Pengadilan Tinggi Agama
yang merupakan pengadilan tingkat banding, serta berpuncak pada Mahkamah Agung
sebagai pengadilan negara tertinggi.
Pengadilan Agama
berkedudukan di kota
atau di ibu kota
kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten. Pengadilan Agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
a. perkawinan,
b. kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam,
c. wakaf dan shadaqah.
Pengadilan Tinggi
Agama berkedudukan di ibu kota
provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi
Agama bertugas dan berwenang memeriksa dan mengadili perkara yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding. Pengadilan Tinggi Agama juga
bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
Pengadilan Tata
Usaha Negara merupakan lembaga yang menangani sengketa tata usaha negara.
Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan tata usaha negara dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara yang merupakan pengadilan tingkat pertama,
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang merupakan pengadilan tingkat banding,
serta berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi.
Pengadilan Tata
Usaha Negara berkedudukan di kota
atau ibu kota
Kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten. Pengadilan Tata Usaha
Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
tata usaha negara di tingkat pertama.
Sengketa tata
usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara,
baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Misalnya seorang Walikota atau Bupati
mengeluarkan keputusan penggusuran beberapa rumah yang dirasakan mengakibatkan
kerugian bagi orang atau perusahaan tertentu, di sinilah timbul sengketa tata
usaha negara.
Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara berkedudukan di ibu kota
provinsi, dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa tata usaha
negara di tingkat banding. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa
tata usaha negara yang telah melalui penyelesaian upaya administrasi oleh Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Upaya
administrasi adalah suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan
hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
Prosedur tersebut dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri dan terdiri
atas dua bentuk.
Dalam hal
penyelesaiannya itu harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain
dari yang mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, maka prosedur tersebut
dinamakan “banding administratif”.
Dalam hal
penyelesaian Keputusan Tata Usaha Negara tersebut harus dilakukan sendiri oleh
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan itu, maka
prosedur yang ditempuh disebut “keberatan”.
Proses Penanganan Perkara di
lingkungan Peradilan Umum
Proses penanganan
perkara disebut juga peradilan. Peradilan merupakan tata cara bagaimana suatu
perkara itu diperiksa dan diputuskan penyelesaiannya oleh petugas yang
berwenang untuk itu, atau segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara
menegakkan hukum dan keadilan. Peradilan bermacam-macam jenisnya, tergantung
dari perkara yang bersangkutan, sehingga suatu perkara yang akan ditangani atau
diselesaikan harus dilihat dahulu termasuk dalam lingkungan peradilan mana
perkara itu.
Termasuk dalam
lingkungan peradilan umum adalah perkara-perkara pidana dan perdata. Perkara
pidana melingkupi perbuatan pidana atau tindak pidana, sedang perkara perdata
melingkupi perbuatan perdata.
Perbuatan pidana
adalah perbuatan yang oleh aturan hukum tertentu dilarang dan diancam dengan
pidana bagi yang melanggar larangan tersebut. Sedangkan perbuatan perdata
adalah perbuatan yang berhubungan dengan semua segi kehidupan manusia yang
menimbulkan hak dan kewajiban seseorang atau badan hukum.
1. Proses Pemeriksaan
Perkara Pidana di Lingkungan Peradilan Umum
Perhatikan kasus berikut
ini!
“Polisi menangkap
Cakil karena disangka sebagai pelaku pencurian televisi di rumah bapak Kepala
Desa. Cakil ditahan di Kepolisian Sektor setempat selama dua puluh hari. Namun
karena pemeriksaan terhadap Cakil belum selesai, maka polisi memperpanjang
penahanan terhadap Cakil selama empat puluh hari”.
Secara garis
besar prosedur pemeriksaan perkara pidana sejak terjadinya hingga pemeriksaan
perkaranya di sidang Pengadilan Negeri dapat digambarkan dalam skema berikut
ini.
Proses penanganan
perkara pidana diatur oleh Hukum Acara Pidana sebagai Hukum Pidana Formal yang
mengatur bagaimana mempertahankan Hukum Pidana Materiil, atau dengan kata lain
sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Moeljatno bahwa Hukum Acara Pidana adalah
bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang memberi
dasar-dasar dan aturan-aturan yang menentukan dengan cara dan prosedur macam
apa, ancaman pidana yang ada pada suatu perbuatan pidana dapat dilaksanakan
apabila ada sangkaan bahwa orang telah melakukan perbuatan pidana tersebut.
Hukum
Acara Pidana di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana atau disebut juga Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Proses pemeriksaan perkara pidana menurut KUHAP melalui
beberapa tahapan, antara lain:
b. Penuntutan
Penuntutan
adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan
Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur undang-undang
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
Dalam
melakukan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan penahanan terhadap
tersangka untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) hari dan dapat diperpanjang
dengan persetujuan Ketua Pengadilan Negeri untuk waktu 30 (tiga puluh) hari
lagi apabila pemeriksaan penuntutan belum selesai.
Untuk
mempersiapkan perkaranya yang akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri, maka
penuntut umum perlu membuat surat dakwaan yang berisi:
1) Nama lengkap,
tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka,
2) Uraian secara
cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan
menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Apabila
pemeriksaan yang dilakukan oleh penuntut umum sudah dianggap selesai, maka
berkas perkara diserahkan ke Pengadilan Negeri dengan permintaan untuk
diperiksa dan diputuskan oleh Hakim Pengadilan Negeri. Dengan diserahkannya
berkas perkara ke Pengadilan Negeri, kewenangan untuk melakukan penahanan
terhadap tersangka beralih ke Pengadilan Negeri.
c. Pemeriksaan perkara pidana di Pengadilan Negeri
Pemeriksaan
perkara pidana di Pengadilan Negeri dilakukan sesuai acara pemeriksaan yang
telah ditentukan, antara lain:
1) Acara
Pemeriksaan Biasa
2) Acara Pemeriksaan Singkat
3) Acara Pemeriksaan Cepat
Beberapa ketentuan pemeriksaan perkara pidana dapat diuraikan sebagai berikut:
1)
Untuk Acara Pemeriksaan
Biasa dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Setelah
hakim memasuki ruang sidang bersama dengan panitera, kemudian hakim ketua
membuka sidang dengan menyatakan sidang terbuka untuk umum, lalu memerintahkan
penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa di sidang. Terdakwa adalah tersangka
yang diperiksa di depan hakim pada sidang pengadilan. Yang diperiksa pertama
kali di sidang adalah terdakwa.
Sidang
perkara pidana di Pengadilan harus dilaksanakan terbuka untuk umum, kecuali
untuk perkara-perkara yang terdakwanya
anak-anak dan perkara yang menyangkut tindak pidana kesusilaan, maka sidangnya
dilaksanakan secara tertutup.
Setelah
pemeriksaan terhadap terdakwa selesai, maka dilakukanlah pemeriksaan terhadap
saksi-saksi baik saksi yang memberatkan terdakwa (disebut juga saksi a
charge) maupun saksi yang meringankan terdakwa (disebut juga saksi a
decharge).
Kalau
saksi yang diajukan ternyata adalah saksi yang melihat langsung terdakwa
melakukan perbuatan pidana, maka saksi tersebut dianggap sebagai saksi yang
memberatkan terdakwa. Sedangkan kalau saksi yang diajukan ternyata adalah saksi
yang melihat langsung bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa itu karena
ketidaksengajaan dari terdakwa, maka saksi tersebut dianggap sebagai saksi yang
meringankan terdakwa.
Dalam
pemeriksaan tersebut akan muncul berbagai barang bukti yang berhubungan dengan
peristiwa pidana yang terjadi.
Apabila
pemeriksaan terhadap saksi-saksi telah dianggap selesai oleh hakim, maka hakim
memerintahkan kepada penuntut umum untuk membacakan tuntutan (requisitoir).
Setelah tuntutan dibacakan oleh penuntut umum, maka giliran terdakwa membacakan
pembelaannya (pledooi). Kemudian penuntut umum dapat
mengajukan jawaban atas pembelaan terdakwa, dan terdakwa juga dapat mengajukan
jawaban atas pertanyaan penuntut umum.
Setelah
pemeriksaan dianggap cukup, kemudian hakim bermusyawarah untuk menjatuhkan
putusan, dan pada persidangan berikutnya hakim menjatuhkan putusan kepada
terdakwa. Putusan hakim dapat berupa:
a) putusan pidana, apabila kesalahan terdakwa
terbukti secara sah dan meyakinkan, atau
b) putusan lepas dari segala tuntutan hukum,
apabila kesalahan terdakwa terbukti namun bukan merupakan perbuatan pidana,
atau
c) putusan bebas, apabila kesalahan terdakwa
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Apabila
para pihak, baik terdakwa maupun penuntut umum keberatan atau tidak dapat
menerima putusan hakim, maka dapat mengajukan upaya hukum berupa banding. Namun
terhadap putusan hakim yang berupa putusan bebas, dan putusan lepas dari segala
tuntutan hukum tidak dapat diajukan upaya hukum.
Upaya
hukum banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi wilayah hukum yang
membawahi Pengadilan Negeri yang bersangkutan. Sebagai contoh dapat dikemukakan
sebagai berikut: Misalnya hakim
Pengadilan Negeri Banjarmasin menjatuhkan putusan kepada terdakwa, dan terdakwa
maupun jaksa penuntut umum tidak menerima putusan tersebut, maka mereka dapat
mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan yang berkedudukan di
Banjarmasin.
Pengadilan
Tinggi bertempat kedudukan di ibu kota
provinsi. Pengadilan Tinggi membawahi beberapa Pengadilan Negeri.
Pengajuan
banding dapat disertai dengan memori banding, yaitu alasan-alasan diajukannya
banding. Yang diperiksa dalam tingkat banding adalah fakta perkaranya. Jadi
hakim Pengadilan Tinggi memeriksa ulang perkara yang telah diperiksa oleh Hakim
Pengadilan Negeri yang diajukan banding.
Dengan
diajukannya banding ke Pengadilan Tinggi, maka wewenang menahan terdakwa ada
pada Hakim Pengadilan Tinggi untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari dan dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi apabila pemeriksaan
perkaranya belum selesai untuk jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari.
Putusan
Hakim Pengadilan Tinggi terhadap perkara yang diajukan banding kepadanya dapat berupa:
a ) menguatkan putusan Pengadilan Negeri,
b) mengubah putusan Pengadilan Negeri,
c) membatalkan putusan Pengadilan Negeri dengan
mengadakan putusan sendiri.
Apabila
para pihak, baik terdakwa maupun penuntut umum tidak dapat menerima putusan
Pengadilan Tinggi, maka para pihak dapat mengajukan kasasi kepada Ketua
Mahkamah Agung.
Mahkamah
Agung berkedudukan di ibu kota
Negara Republik Indonesia.
Wilayah hukum Mahkamah Agung adalah seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
Mahkamah Agung memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kasasi. Yang
diperiksa di tingkat kasasi adalah segi penerapan hukumnya atas perkara yang
diajukan kasasi, yaitu apakah benar suatu peraturan hukum tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang, dan apakah benar pengadilan telah melampaui
batas wewenangnya.
Pengajuan
kasasi harus disertai memori kasasi, yaitu alasan-alasan diajukannya kasasi.
Oleh karena yang diperiksa dalam tingkat kasasi adalah segi penerapan hukumnya,
maka memori kasasi juga mengenai segi penerapan hukumnya.
Putusan
Mahkamah Agung terhadap perkara yang diajukan kasasi dapat berupa:
a) mengadili sendiri perkara tersebut, apabila
suatu putusan dibatalkan karena peraturan hukum tidak diterapkan,
b) menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan
yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang
dibatalkan atau perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain,
apabila suatu putusan dibatalkan karena cara mengadili tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang,
c) menetapkan pengadilan atau hakim lain
mengadili perkara tersebut, apabila suatu putusan dibatalkan karena pengadilan
atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
Banding
dan kasasi merupakan bentuk upaya hukum biasa. Di samping upaya hukum biasa
masih ada juga upaya hukum luar biasa. Upaya hukum luar biasa ini diajukan atas
putusan hakim (pengadilan) yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, artinya
putusan hakim tersebut sudah dijalankan, karena upaya hukum biasa sudah dilalui
atau batas waktu pengajuannya telah terlampaui, ataupun karena para pihak tidak
mengajukan upaya hukum biasa. Upaya hukum luar biasa sebagaimana diatur dalam
KUHAP berupa peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap (sering disingkat PK) dan kasasi demi kepentingan hukum.
Peninjauan
kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (PK)
dapat diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya. Permintaan peninjauan kembali
dilakukan atas dasar:
a) apabila terdapat keadaan baru yang
menimbulkan dugaan kuat bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu
sidang masih berlangsung, putusan perkara itu akan berupa putusan bebas atau
putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak
dapat diterima atau ditetapkan ketentuan pidana yang lebih ringan,
b) apabila dalam putusan terdapat pernyataan
bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan
alasan putusan itu ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain,
c) apabila dalam putusan dengan jelas
memperlihatkan satu kekhilafan hakim atau kekeliruan nyata.
Apabila
dalam putusan suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan
tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan dan putusan itu telah memperoleh
kekuatan hukum tetap juga dapat diajukan permintaan peninjauan kembali.
Permintaan peninjauan kembali dapat diajukan sewaktu-waktu, tetapi hanya
diperbolehkan diajukan satu kali.
2)
Acara Pemeriksaan Singkat adalah acara pemeriksaan terhadap perkara kejahatan atau
pelanggaran yang tidak termasuk perkara tindak pidana ringan dan yang menurut
penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya sederhana.
Acara
pemeriksaan singkat ini diawali dengan penuntut umum menghadapkan terdakwa
beserta saksi, ahli, juru bahasa, dan barang bukti yang diperlukan. Setelah
terdakwa menjawab segala pertanyaan yang diajukan hakim ketua sidang tentang
nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama dan pekerjaannya serta mengingatkan terdakwa supaya
memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya di sidang, maka
penuntut umum dengan segera memberitahukan dengan lisan dari catatannya kepada
terdakwa tentang tindak pidana yang didakwakan kepadanya dengan menerangkan
waktu, tempat, dan keadaan pada waktu tindak pidana itu dilakukan.
Pemberitahuan penuntut umum tersebut dicatat dalam berita acara sidang dan
merupakan pengganti surat
dakwaan.
Dalam
hal ini hakim memandang perlu pemeriksaan tambahan, maka supaya diadakan
pemeriksaan tambahan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari, dan
bilamana dalam waktu tersebut penuntut umum belum juga dapat menyelesaikan
pemeriksaan tambahan, maka hakim memerintahkan perkara itu diajukan ke sidang
pengadilan dengan acara biasa.
Untuk
kepentingan pembelaan, maka atas permintaan terdakwa dan atau penasihat hukum,
hakim dapat menunda pemeriksaan paling lama 7 (tujuh) hari. Putusan hakim tidak
dibuat secara khusus, tetapi dicatat dalam berita acara sidang. Hakim
memberikan surat
yang memuat amar putusan tersebut. Isi surat
tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti putusan pengadilan dalam
acara biasa.
3) Acara Pemeriksaan Cepat terdiri
atas Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan dan Acara Pemeriksaan Perkara
Pelanggaran Lalu Lintas Jalan.
Acara
Pemeriksaan Cepat dilakukan dengan hakim tunggal dan terhadap putusan yang
dijatuhkan hakim yang memeriksa perkaranya tidak dapat diajukan upaya hukum
(banding dan kasasi).
a) Yang diperiksa menurut Acara Pemeriksaan
Tindak Pidana Ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau
kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan
penghinaan ringan. Dalam perkara sebagaimana dimaksud dalam acara pemeriksaan
tindak pidana ringan ini, penyidik atas kuasa penuntut umum dalam waktu tiga
hari sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa
beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan.
Dalam
acara pemeriksaan tindak pidana ringan, pengadilan mengadili dengan hakim
tunggal pada tingkat pertama dan terakhir. Maksudnya hakim yang menyidangkan
perkara tersebut hanya satu orang hakim.
Pengadilan
menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili perkara dengan cara
pemeriksaan tindak pidana ringan. Penyidik memberitahukan secara tertulis
kepada terdakwa tentang hari, tanggal, jam, dan tempat ia harus menghadap
sidang pengadilan dan hal tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik,
selanjutnya catatan bersama berkas dikirim ke pengadilan. Perkara dengan acara
pemeriksaan tindak pidana ringan yang diterima harus segera disidangkan pada hari
sidang itu juga. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam
buku register semua perkara yang diterimanya. Dalam buku register dimuat nama
lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan,
tempat tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan
kepadanya.
b) Yang diperiksa dalam Acara Pemeriksaan
Pelanggaran Lalu Lintas Jalan adalah perkara pelanggaran tertentu terhadap
peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan. Perkara-perkara tertentu
tersebut adalah sebagai berikut:
(1) mempergunakan jalan dengan cara yang dapat
merintangi, membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin
menimbulkan kerusakan pada jalan,
(2) mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak
dapat memperlihatkan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan
(STNK), surat tanda uji kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang
diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan
atau ia dapat memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa,
(3) membiarkan atau memperkenankan kendaraan
bermotor dikemudikan oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi,
(4) tidak memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan lalu lintas jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan,
perlengkapan, pemuatan kendaraan, dan syarat penggandengan dengan kendaraan
lain,
(5) membiarkan kendaraan bermotor yang ada di
jalan tanpa dilengkapi plat tanda nomor kendaraan yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor kendaraan
yang bersangkutan,
(6) pelanggaran terhadap perintah yang diberikan
oleh petugas pengatur lalu lintas jalan dan atau isyarat alat pengatur lalu
lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang ada di permukaan jalan,
(7) pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran
dan muatan yang diizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau
cara memuat dan membongkar barang,
(8) pelanggaran terhadap izin trayek, jenis
kendaraan yang diperbolehkan beroperasi di jalan yang ditentukan.
Pengembalian
benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak segera setelah
putusan dijatuhkan jika terpidana telah memenuhi isi amar putusan.
Dari
berbagai acara pemeriksaan di pengadilan se-bagaimana diuraikan di atas,
bagaimanakah hakim mengetahui duduk perkaranya sehingga ia menjadi yakin akan
peristiwa pidananya dan pelaku yang sebenarnya? Di dalam memeriksa suatu
perkara pidana, maka untuk mendukung keyakinannya hakim dibantu oleh beberapa
bukti-bukti, dan bukti-bukti ini tentunya bukti-bukti yang diakui oleh
undang-undang. Hal inilah yang dalam pembahasan materi Hukum Acara Pidana
disebut sebagai alat bukti atau pembuktian dalam pemeriksaan perkara pidana.
Pembuktian Dalam Pemeriksaan Perkara Pidana
Dalam
acara pemeriksaan tindak pidana di pengadilan selalu diperlukan adanya
bukti-bukti yang digunakan untuk memberikan keyakinan bagi hakim yang memeriksa
perkaranya, sehingga dapat diperoleh kejelasan tentang peristiwa dan pelaku
yang sebenarnya meskipun tidak seratus persen, karena dengan bukti-bukti itu
mengulang suatu peristiwa yang sudah terjadi di hadapan hakim merupakan sesuatu
yang tidak mungkin, namun hanyalah untuk mendekati kebenaran tentang
peristiwanya dan ini harus dilakukan guna menentukan suatu putusan yang
benar-benar adil. Jadi dengan bukti-bukti yang ada hakim dapat mengetahui
tentang peristiwa yang sebenarnya terjadi, sehingga ia dapat memberikan putusan
yang benar dan adil berdasarkan bukti-bukti tersebut.
Tidak
semua bukti dapat digunakan untuk mendukung dasar pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan. Bukti-bukti yang dapat digunakan adalah bukti-bukti yang
diakui oleh undang-undang. Menurut ketentuan KUHAP bahwa hakim tidak boleh
menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya
dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Alat
bukti yang sah menurut undang-undang (KUHAP) adalah:
(1) Keterangan saksi,
yaitu apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. Dalam memberikan
keterangannya, saksi harus mengangkat sumpah atau janji terlebih dahulu di
hadapan hakim. Menjadi saksi adalah kewajiban bagi semua orang. Menolak untuk
menjadi saksi tanpa alasan yang dapat diterima, maka kepadanya dapat dikenakan
sanksi pidana sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Semua orang dapat
menjadi saksi, dan yang tidak dapat didengar keterangannya serta dapat
mengundurkan diri sebagai saksi adalah:
(a) keluarga sedarah atau semenda dalam garis
lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang
bersama-sama sebagai terdakwa,
(b) saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama
sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai
hubungan karena perkawinan dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat
ketiga,
(c) suami atau istri terdakwa meskipun sudah
bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
(Jadi
yang tidak dapat menjadi saksi dan dapat mengundurkan diri sebagai saksi
contohnya adalah suami atau istri terdakwa, bekas suami atau bekas istri
terdakwa, anak-anak terdakwa, kakak dan adik terdakwa, orang tua terdakwa serta
para paman dan bibi terdakwa, para keponakan terdakwa beserta suami dan
istrinya, cucu-cucu terdakwa).
Di
samping itu ada pula orang-orang yang dapat meminta dibebaskan atau
mengundurkan diri sebagai saksi, yaitu mereka yang karena pekerjaan, harkat
martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka. Contoh orang-orang tersebut misalnya pemuka agama
(pendeta, kyai), notaris, dokter, petugas bank, konsultan kejiwaan.
Yang
boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah ialah:
(a) anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan
belum pernah kawin,
(b) orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun
kadang-kadang ingatannya baik kembali.
(2) Keterangan ahli,
yaitu apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan. Dalam memberikan
keterangannya, seorang ahli di hadapan hakim harus mengangkat sumpah atau janji
terlebih dahulu.
(3) Surat, yaitu surat
yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, antara lain:
(a) berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang
dialaminya sendiri, disertai alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya
itu,
(b) surat
yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh
pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung
jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu
keadaan,
(c) surat
keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya,
(d)
surat
lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
(4) Petunjuk, yaitu
perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena penyesuaiannya, baik antara yang
satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Petunjuk dapat
diperoleh dari keterangan saksi, surat,
dan keterangan terdakwa.
(5) Keterangan terdakwa, yaitu apa yang terdakwa nyatakan di sidang pengadilan tentang
perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan untuk dirinya sendiri. Keterangan
terdakwa dapat berupa pengingkaran maupun pengakuan. Keterangan terdakwa saja
tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.
d. Pelaksanaan putusan hakim
Putusan
hakim yang tidak diajukan upaya hukum atau kesempatan mengajukan upaya hukum
sudah habis waktunya atau sudah dilaksanakan dalam semua tingkat pengadilan,
maka putusan hakim tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Putusan
hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap harus dilaksanakan dalam arti:
1) - apabila putusan hakim itu berupa pembebasan,
maka terpidana bila ditahan harus dibebaskan dan direhabilitasi nama baiknya
serta dikembalikan hak-haknya yang dibekukan sementara selama pemeriksaan,
2) - apabila putusan hakim berupa lepas dari
segala tuntutan, maka bila terpidana ditahan harus dibebaskan dan dikembalikan
hak-haknya,
3) - apabila putusan dipidana, maka terpidana
harus segera menjalani pidana yang dijatuhkan kepadanya dengan dimasukkan ke
Lembaga Pemasyarakatan yang ditunjuk.
Sering
orang menyebut putusan hakim dengan istilah vonis hakim, dan pelaksanaan
putusan hakim sering disebut juga eksekusi. Pelaksana putusan hakim adalah
jaksa, artinya setelah putusan hakim dijatuhkan, maka jaksa melaksanakan isi
putusan hakim tersebut.
Apabila
putusan hakim berupa pidana penjara, maka jaksa membawa terpidana ke Lembaga
Pemasyarakatan untuk menjalani pidana yang dijatuhkan oleh hakim. Apabila
putusan hakim berupa pidana mati, maka pelaksanaan pidana mati dilakukan 30
(tiga puluh) hari setelah putusan dijatuhkan kepada terpidana untuk memberikan
kesempatan terpidana mengajukan grasi kepada
Presiden. Pidana mati dilaksanakan oleh regu tembak yang ditunjuk oleh
negara (pemerintah). Apabila terpidana mengajukan grasi kepada Presiden, maka
pelaksanaan pidana mati dilakukan setelah grasi ditolak oleh Presiden.
Apabila putusan
hakim berupa bebas, artinya membebaskan terdakwa dari segala dakwaan, maka
jaksa segera membebaskan terdakwa dengan mengembalikan seluruh hak-hak terdakwa
yang dibekukan selama pemeriksaan dan memulihkan nama baiknya.
2. Pemeriksaan Perkara
Perdata di Lingkungan Peradilan Umum
Untuk acara
peradilan perkara perdata diatur dalam HIR (Het Herzein Inlands Reglement,
Staatsblad 1848 Nomor 16, Staatsblad
1941 Nomor 44) dan RBg (Reglement de
Buitengewesten, Staatsblad 1927 Nomor 227).
Pemeriksaan
perkara perdata di Pengadilan Negeri diawali dengan diajukannya gugatan oleh
seseorang sebagai penggugat, dan gugatan tersebut ditujukan kepada tergugat
yaitu mereka yang digugat oleh penggugat.
Gugatan yang
diajukan secara tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri. Bagi yang tidak bisa
menulis dapat diajukan secara lisan lewat Panitera Pengadilan Negeri yang
bersangkutan (Pengadilan Negeri di mana tergugat bertempat tinggal atau objek
sengketa berada). Surat
gugatan berisi identitas para pihak, baik penggugat maupun tergugat,
alasan-alasan diajukannya gugatan beserta dasar hukumnya (fundamentum
petendi) dan tuntutan atau petitum.
Identitas para
pihak yang dimaksud adalah nama, tempat tinggal, umur, serta status pribadi
dari penggugat dan tergugat. Sedangkan fundamentum petendi atau
alasan-alasan diajukannya gugatan beserta dasar hukumnya yang dimaksud adalah
dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum dari berbagai hal yang
berkaitan dengan persoalan yang ada serta alasan-alasan dari tuntutan.
Fundamentum petendi ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama
berisi uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwa yang merupakan
penjelasan duduk perkaranya, dan bagian kedua berisi uraian tentang hukumnya
yaitu uraian tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis
dari tuntutan. Di samping itu juga disertai petitum, yaitu tuntutan yang
diajukan oleh penggugat agar diputuskan oleh hakim. Tuntutan yang diajukan oleh
penggugat harus jelas dan tegas, karena tuntutan yang tidak jelas akan
menjadikan alasan tidak diterimanya tuntutan tersebut oleh hakim.
Setelah gugatan
diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri, maka Ketua Pengadilan Negeri menunjuk
majelis hakim yang menyidangkan gugatan (perkara) yang masuk tersebut. Kemudian
hakim menentukan hari sidang dan diberitahukan kepada penggugat dan tergugat
untuk datang ke sidang. Saat hari sidang, hakim ketua membuka sidang terbuka
untuk umum, dan memanggil para pihak untuk hadir di depan sidang. Setelah
penggugat dan tergugat menghadap hakim di depan sidang, kemudian hakim ketua
mencocok-kan identitas para pihak baik penggugat maupun tergugat, atau wakilnya
(penasihat hukumnya), lalu menanyakan kepada tergugat apakah sudah mengerti
mengapa ia digugat dan agar tergugat mempelajari isi gugatan. Setelah itu
tergugat dipersilahkan oleh hakim untuk membuat jawaban atas gugatan penggugat,
biasanya untuk membuat jawaban atas gugatan penggugat, tergugat meminta waktu
kepada hakim dan sidang akan ditunda oleh hakim untuk waktu paling lama 7 hari.
Bilamana jawaban
tergugat sudah diserahkan pada sidang berikutnya, maka penggugat dipersilahkan
oleh hakim untuk membuat bantahan atas jawaban tergugat, yang sering disebut replik.
Atas replik penggugat, maka tergugat akan membuat duplik, yaitu jawaban
atas replik.
Setelah
jawab-menjawab telah dianggap selesai oleh hakim, maka dilanjutkan dengan
pembuktian. Masing-masing pihak, baik penggugat dan tergugat mengajukan
bukti-bukti, baik berupa surat-surat, akta otentik, barang bukti yang lain
maupun saksi-saksi.
Alat bukti yang dapat
digunakan dalam acara pemeriksaan perkara perdata antara lain:
a. Alat bukti tertulis atau surat
Yaitu segala
sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang di-maksudkan untuk mencurahkan isi
hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai
pembuktian. Surat
sebagai alat bukti dapat berupa akta dan surat-surat lain bukan akta.
Akta adalah surat yang diberi tanda
tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak
atau perikatan, yang dibuat sejak semula sengaja untuk tujuan pembuktian.
Sedangkan surat-surat lain bukan akta contohnya adalah buku daftar, surat-surat
rumah tangga, dan surat-surat pribadi lainnya. Kekuatan pembuktian pada surat yang bukan akta
diserahkan sepenuhnya kepada pertimbangan hakim.
b. Saksi
Saksi sebagai
alat bukti memberikan kesaksian, yaitu kepastian yang diberikan kepada hakim di
persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan
secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara
dan yang dipanggil di persidangan. Keterangan saksi harus disampaikan secara
lisan dan pribadi, artinya keterangan saksi tidak dapat diwakilkan. Sebelum
memberikan keterangannya, saksi wajib bersumpah atau berjanji. Saksi memberikan
keterangannya atas dasar yang dilihatnya sendiri, didengarnya sendiri dan
dialaminya sendiri mengenai peristiwanya. Saksi yang mendengar dari orang lain
bukanlah saksi atau disebut juga testimonium de auditu.
Yang tidak dapat didengar keterangannya sebagai saksi ialah:
1) keluarga sedarah dan
semenda menurut garis keturunan lurus dari salah satu pihak,
2) suami atau istri dari
salah satu pihak, meskipun sudah bercerai,
3) anak-anak yang belum
mencapai umur 15 (lima belas) tahun,
4) orang gila, meskipun
kadang-kadang ingatannya baik kembali.
Sedangkan yang
dapat mengundurkan diri sebagai saksi adalah:
1) saudara laki-laki dan
perempuan serta ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak,
2) keluarga sedarah menurut
garis keturunan lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari suami atau istri
salah satu pihak,
3) semua orang yang karena
martabat dan jabatan atau hubungan kerja yang sah diwajibkan menyimpan rahasia,
akan tetapi semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya karena
martabat dan jabatan atau hubungan kerja yang sah.
c. Persangkaan
Persangkaan
sebagai alat bukti adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau
hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang nyata ke arah peristiwa lain
yang belum terang kenyataannya. Ada
dua persangkaan, yaitu persangkaan yang didasarkan atas undang-undang (praesumptiones
juris) dan persangkaan yang merupakan kesimpulan-kesimpulan yang ditarik
dari hakim atau persangkaan yang didasarkan atas kenyataan (praesumptiones
facti).
Persangkaan yang
berdasarkan undang-undang tidak memerlukan bukti lawan, yaitu yang dapat
menjadi dasar untuk membatalkan perbuatan-perbuatan tertentu. Persangkaan yang
tidak memerlukan bukti lawan pada hakikatnya bukanlah persangkaan.
d. Pengakuan
Pengakuan
sebagai alat bukti merupakan keterangan sepihak yang tidak memerlukan
persetujuan dari pihak lawan. Pengakuan merupakan keterangan yang membenarkan
suatu peristiwa, hak, atau hubungan hukum yang diajukan oleh pihak lawan.
Pengakuan dapat digolongkan menjadi pengakuan yang diberikan di luar sidang dan
pengakuan yang diberikan di depan sidang pengadilan. Pengakuan yang diberikan
di depan sidang pengadilan tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila
pengakuan itu adalah sebagai akibat kekeliruan mengenai hal-hal yang terjadi
dan bukan kekeliruan tentang hukumnya.
Pengakuan
yang diberikan di luar sidang tidak merupakan bukti yang mengikat, tetapi
merupakan bukti bebas, artinya diserahkan sepenuhnya kepada pertimbangan hakim
untuk menerima ataupun tidak. Pengakuan lisan di luar persidangan tidak dapat
digunakan selain dalam hal-hal diizinkan membuktikannya dengan saksi. Pengakuan
tertulis di luar persidangan merupakan alat bukti tertulis.
e. Sumpah
Sumpah merupakan
suatu tindakan yang bersifat religius yang digunakan dalam peradilan. Sumpah
pada hakikatnya merupakan pernyataan khidmat yang diberikan atau disampaikan
pada waktu memberi keterangan dengan mengingat sifat kebesaran Tuhan Yang Maha
Esa dan percaya bahwa yang memberikan keterangan tidak benar akan mendapat
hukuman dari-Nya. Sumpah sebagai alat bukti dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu sumpah pelengkap (suppletoir), sumpah pemutus (decisoir),
dan sumpah penaksiran (aestimatoir).
Alat-alat
bukti sebagaimana tersebut di atas merupakan alat bukti yang membantu keyakinan
hakim untuk menemukan peristiwa yang sebenarnya terjadi. Dengan alat bukti
tersebut hakim menjadi yakin akan kebenaran peristiwa perdata yang diajukan
kepadanya, sehingga hakim dapat mengambil keputusan dengan adil sesuai fakta
yang terjadi. Namun demikian, untuk lebih menguatkan keyakinannya, hakim dapat
melakukan pemeriksaan setempat (descente) dan meminta keterangan seorang
ahli.
Yang
dimaksud pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan mengenai
perkara oleh hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung pengadilan,
agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang
memberi kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa. Dalam praktik
biasanya pemeriksaan setempat dilakukan berkenaan dengan letak gedung/rumah
atau letak tanah yang menjadi objek sengketa. Sedangkan yang dimaksud
keterangan ahli adalah keterangan pihak ketiga yang objektif yang bertujuan
membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri. Pada
umumnya hakim menggunakan keterangan ahli agar memperoleh pengetahuan yang
lebih mendalam tentang sesuatu yang hanya dimiliki oleh seorang ahli tertentu,
misalnya hal-hal yang berkaitan dengan teknis dalam lalu lintas dagang, atau
hal-hal yang berkaitan dengan siapa penemu sesuatu itu sebenarnya berdasarkan
ilmu pengetahuan tertentu.
Sebagai contoh
dapat dikemukakan sebagai berikut!
A
sebagai penggugat telah menggugat B, karena B dianggap oleh A telah memproduksi
barang hasil ciptaannya sehingga A dirugikan jutaan rupiah. Namun B merasa
bahwa barang yang diproduksinya itu bukanlah barang ciptaan A, tetapi barang
tersebut sudah menjadi milik umum (milik publik) dan penciptanya adalah orang
asing yang sudah diciptakan lebih dari 20 tahun yang lalu. Nah, untuk
menguatkan pendapatnya, maka B dengan persetujuan hakim mengajukan seorang ahli
yang mengetahui benar tentang barang tersebut berdasarkan sejarahnya.
Apabila
pembuktian telah dilakukan dalam sidang perkara perdata, maka masing-masing
pihak dipersilahkan oleh hakim untuk membuat kesimpulan dari pemeriksaan sidang
yang telah dilakukan. Kemudian hakim menutup sidang untuk musyawarah mengambil
keputusan. Setelah majelis hakim memperoleh kesepakatan, maka sidang dibuka
kembali untuk pembacaan putusan hakim.
Putusan
hakim dibacakan secara terbuka, artinya bahwa putusan hakim disampaikan pada
sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. Semua orang dapat mendengar dan
melihat pembacaan putusan hakim tersebut, sehingga dengan demikian semua orang
dapat menilai isi putusan tersebut.
Susunan dan
isi putusan hakim terdiri dari empat bagian, yaitu bagian kepala putusan,
identitas para pihak, pertimbangan, dan amar putusan.
Bagian
kepala putusan berbunyi: “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Kepala putusan tersebut memberi kekuatan eksekutorial artinya dapat
dilaksanakan, dan apabila tidak ada kepala putusan tersebut, maka hakim tidak
dapat melaksanakan putusan tersebut. Bagian kedua memuat identitas para pihak,
yaitu: nama, umur, alamat, dan nama dari para pengacaranya atau pembelanya bila
ada. Bagian ketiga adalah pertimbangan atau considerans yang memuat
tentang duduk perkaranya atau peristiwanya dan pertimbangan tentang hukumnya.
Jadi dalam bagian pertimbangan ini hakim mengemukakan alasan-alasan mengapa
sampai mengambil putusan demikian. Sedangkan bagian keempat yaitu amar atau
diktum, yang memuat penetapan daripada hubungan hukum yang menjadi sengketa dan
hukumannya, yakni mengabulkan atau menolak gugatan.
Setiap
putusan hakim harus ditandatangani oleh hakim ketua dan hakim anggota serta
panitia. Putusan hakim yang telah disampaikan atau dibacakan secara terbuka
oleh hakim memiliki konsekuensi yang kuat, artinya putusan hakim tersebut
mempunyai kekuatan mengikat, mempunyai kekuatan pembuktian dan mempunyai
kekuatan eksekutorial atau kekuatan untuk dilaksanakan.
Putusan hakim mempunyai kekuatan mengikat, maksudnya adalah bahwa
putusan hakim tersebut mengikat bagi para pihak yang bersengketa. Sedangkan
putusan hakim mempunyai kekuatan pembuktian, maksudnya ialah bahwa putusan
hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis merupakan akta otentik yang tidak
lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, dan
yang dimaksud dengan putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial atau
kekuatan untuk dilaksanakan ialah kekuatan untuk dilaksanakan-nya apa yang
ditetapkan oleh hakim dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara.
Terhadap
putusan hakim yang telah dibacakan dan disampaikan kepada para pihak yang
bersengketa, maka para pihak dapat atau berhak untuk menerima ataupun menolak
putusan hakim tersebut. Apabila para pihak menerima putusan tersebut, maka
putusan tersebut dapat dilaksanakan dan memperoleh kekuatan hukum tetap. Namun
jika para pihak tidak bisa menerima putusan hakim tersebut, maka dapat
mengajukan upaya hukum banding. Terhadap putusan hakim yang diajukan upaya
hukum mengakibatkan putusan tersebut belum dapat dilaksanakan hingga menunggu
selesainya proses upaya hukum selesai diputuskan oleh hakim yang berwenang
memutus upaya hukum tersebut.
Upaya hukum
yang dapat diajukan atas putusan Hakim Pengadilan Negeri adalah upaya hukum
banding. Upaya hukum banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi melalui
Panitera Pengadilan Negeri yang menjatuhkan putusan dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari terhitung mulai hari berikutnya saat putusan hakim
disampaikan kepada para pihak. Permohonan banding dapat diajukan secara lisan
maupun secara tertulis dan dapat pula disertai memori banding atau
alasan-alasan pengajuan banding.
Apabila
Pengadilan Tinggi telah memeriksa permohonan banding kemudian menjatuhkan
putusan, maka terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut para pihak bisa
menolak atau menerima putusan. Bila terhadap putusan Pengadilan Tinggi tersebut
diterima oleh para pihak, maka putusan tersebut dapat dilaksanakan, namun bila
para pihak tidak bisa menerima putusan tersebut, maka para pihak dapat
mengajukan upaya hukum kasasi.
Permohonan
kasasi diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Panitera Pengadilan Negeri
yang memutus perkara pada tingkat pertama dalam jangka waktu 21 (dua puluh
satu) hari atau tiga minggu untuk daerah Jawa dan Madura sedangkan untuk luar
Jawa dan Madura dalam jangka waktu 6 (enam) minggu terhitung sejak diterimanya
putusan banding Pengadilan Tinggi oleh para pihak. Permohonan kasasi dapat
diajukan secara lisan maupun secara tertulis dan wajib disertai memori kasasi
atau alasan-alasan yang mendasari diajukannya kasasi.
Pemeriksaan
di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung berkaitan dengan pemeriksaan penerapan
hukumnya dan bukan pada faktanya, sedangkan pemeriksaan banding di Pengadilan
Tinggi terkait dengan faktanya. Oleh karena itu, permohonan kasasi harus
disertai alasan-alasan kasasi (memori kasasi) yang terkait dengan penerapan
hukumnya, yaitu:
a. apakah hakim lalai memenuhi syarat-syarat
yang diwajibkan oleh undang-undang atau hukum yang berlaku,
b. apakah hakim melampaui batas wewenangnya,
dan
c. apakah hakim salah menerapkan hukum yang
berlaku.
Putusan
kasasi yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung merupakan puncak putusan terhadap
sengketa yang terjadi antara para pihak. Oleh karena itu, kasasi merupakan
pemeriksaan akhir dari perkara perdata yang terjadi, sehingga setelah putusan
terhadap kasasi dijatuhkan, maka putusan tersebut harus dilaksanakan atau
putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
SIMULASI PERADILAN SUATU PERKARA
Simulasi pemeriksaan
sidang pengadilan dapat dikatakan sebagai kegiatan peradilan semu, artinya
kegiatan bermain peran seperti keadaan yang sebenarnya pada proses pemeriksaan
di sidang pengadilan. Untuk dapat menjalankan simulasi pemeriksaan sidang
pengadilan tersebut sebaiknya ditugaskan lebih dahulu lima sampai enam orang teman-teman kalian
untuk mengamati atau mengikuti jalannya sidang pengadilan di Pengadilan Negeri
setempat. Guru menunjuk wakil dari siswa tersebut dengan terlebih dahulu guru
menghubungi Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk memohon izin diperkenankan
siswa-siswanya mengamati jalannya sidang secara tuntas. Siswa yang diberi tugas
harus mencatat segala yang terjadi di sidang pengadilan secara cermat, kemudian
disusun laporan secara rinci dengan bimbingan guru. Untuk dapat melaksanakan
simulasi harus dibuat dahulu skenarionya.
Sebagai contoh dapat diperhatikan hal berikut ini!
Misalnya untuk melakukan simulasi pemeriksaan sidang perkara pidana.
Dalam kegiatan simulasi ini diperlukan pemain minimal 9 orang, masing-masing
berperan: 3 orang hakim (1 orang hakim ketua, dan 2 orang hakim anggota), 1
orang panitera, 1 orang terdakwa, satu atau 2 orang saksi, 1 orang
jaksa/penuntut umum, 1 orang rohaniwan, 1 orang pembela/penasihat hukum. Baik
hakim, penuntut umum maupun penasihat hukum memakai pakaian toga sewaktu sidang
berlangsung. Masing-masing peran yang dilakukan, baik hakim, panitera, penuntut
umum, terdakwa, rohaniwan, penasihat hukum, maupun saksi antara lain:
1. Peran hakim dalam sidang
pemeriksaan perkara pidana:
a. Sebagai pemimpin sidang.
b. Sebagai pemandu dan pengatur jalannya
sidang.
c. Sebagai pemutus perkara.
Karena peran hakim yang
demikian, maka hakim mempunyai kewenangan selama sidang antara lain:
a. Membuka sidang dan memimpin sidang.
b. Memandu dan mengatur jalannya pemeriksaan
perkara.
c. Mendengarkan kedua belah pihak (pihak
penuntut umum dan pihak terdakwa).
d. Memeriksa alat-alat bukti yang diajukan.
e. Mengajukan pertanyaan.
f . Dapat memerintahkan seseorang meninggalkan
ruangan sidang jika dianggap mengganggu jalannya sidang.
g. Melakukan musyawarah antar hakim (hakim
ketua dan hakim anggota) untuk menjatuhkan putusan.
h. Menjatuhkan putusan terhadap perkara pidana
yang diperiksa.
i . Menutup sidang.
2. Peran panitera adalah
sebagai pencatat yang mencatat semua kejadian
yang berhubungan dengan jalannya sidang pemeriksaan perkara.
3. Peran penuntut umum
sebagai pihak yang melakukan penuntutan dan mempunyai kewajiban:
a. Menghadirkan terdakwa ke sidang pengadilan.
b. Membacakan surat dakwaan.
c. Mengajukan alat-alat bukti.
d. Mengajukan pertanyaan kepada terdakwa dan
saksi.
e. Mengajukan tuntutan.
f . Melaksanakan putusan hakim.
4. Peran terdakwa sebagai
orang yang didakwa melakukan tindak pidana,
yang mempunyai hak antara lain:
a. Mengajukan eksepsi.
b. Menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya.
c. Mengajukan pembelaan.
5. Peran saksi adalah
sebagai orang yang menyaksikan peristiwa yang berkaitan dengan tindak pidana
yang terjadi, dan mempunyai kewajiban menjawab semua pertanyaan yang diajukan
kepadanya di bawah sumpah atau janji.
6. Peran penasihat hukum
adalah sebagai pembela untuk kepentingan terdakwa.
Penasihat hukum mempunyai hak untuk:
a. Mengajukan pertanyaan kepada terdakwa dan
saksi untuk kepentingan terdakwa.
b. Melakukan interupsi bila dirasa ada hal-hal
yang menyimpang atau merugikan kepentingan terdakwa selama jalannya sidang.
c. Menyatakan keberatan atas alat bukti yang
diajukan penuntut umum.
7. Peran rohaniwan adalah
mendampingi saksi pada saat mengucapkan sumpah atau janji.
Setelah semua peran
pelaku dalam simulasi sudah diketahui, sebelum kegiatan bermain peran dimulai
tentukan terlebih dahulu para pemainnya dan kasus yang akan diperiksa dalam
sidang pengadilan, misalnya Kasus Pencurian kendaraan bermotor. Kasus ini
misalnya terjadi di depan Toko Mawar Jl. Sultan Agung 12 Yogyakarta, pada
tanggal 12 Januari 1997, dengan terdakwa Sukemplu, 2 orang saksi Brutu (korban)
dan Suar, dengan barang bukti sebuah kendaraan bermotor merk Honda Tiger.
Setelah para pemain dan
kasus ditentukan kemudian lakukan kegiatan simulasi dengan langkah-langkah
sesuai urutan sebagai berikut:
1. Majelis hakim, panitera,
dan penuntut umum memasuki ruang sidang.
2. Hakim ketua membuka
sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum:
“Sidang perkara
pidana No.64/Pid/PN.Yk/97 saya buka dan saya nyatakan terbuka untuk umum”.
Kemudian hakim memukul meja dengan palu 3 kali.
3. Hakim memerintahkan
penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa.
4. Setelah terdakwa duduk di
kursi yang telah disediakan, maka hakim ketua menanyakan identitas terdakwa.
”Benarkah saudara
yang bernama Sukemplu? Di mana tempat tinggal saudara? Apa pekerjaan saudara?
Berapa usia saudara? Apa pendidikan terakhir saudara? Apakah saudara tahu,
mengapa saudara dihadirkan di sini?
Jika jawaban terdakwa
tidak tahu, maka hakim memberitahukan. Kemudian hakim mengingatkan kepada
terdakwa agar benar-benar memperhatikan segala sesuatu yang didengar dan
dilihatnya di dalam persidangan dengan baik.
5. Penuntut umum membacakan surat dakwaan, setelah
dipersilakan oleh hakim.
“KEJAKSAAN NEGERI YOGYAKARTA
“Untuk
Keadilan”
CATATAN PENUNTUT UMUM
UNTUK TINDAK PIDANA YANG DIDAKWAKAN
Nomor Reg.Perk:
PDM.054/Yogya/0197
1. TERDAKWA
Nama
lengkap : SUCKEMPLUTH
Tempat
lahir : Banten
Umur/tanggal
lahir : 20 tahun/12 Januari 1977
Jenis
kelamin :
laki-laki
Kebangsaan/kewarganegaraan : Indonesia
Tempat
tinggal :
Gg. Durno No.12 Yogyakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Belum bekerja
Pendidikan : tamat SLTA
2. PENAHANAN
a. Oleh penyidik di Rutan sejak tanggal 14 -
1 - 1997 s/d 20 - 1 - 1997.
b. Oleh Penuntut Umum
sejak tanggal 20 - 1 - 1997 s/d sekarang.
3. DAKWAAN
.......Bahwa
ia terdakwa Sukemplu pada hari Sabtu tanggal 12 Januari 1997 sekitar jam 19.30
WIB atau setidak-tidaknya terjadi pada suatu waktu dalam bulan Januari 1997
bertempat di depan Toko Mawar Jalan Sultan Agung Nomor 12 Yogyakarta atau
setidak-tidaknya di tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum
Pangadilan Negeri Yogyakarta dengan maksud untuk memiliki dengan melawan hak
telah mengambil barang berupa sebuah sepeda motor Honda Tiger warna abu-abu
tahun1996 No.Pol. AB-3030-BA No.Rangka MUISA BA 13 VK 00500 No.Mesin
SABAE-1004954 milik saksi korban Brutu atau setidak-tidaknya baik sebagian
ataupun seluruhnya adalah kepunyaan orang lain, di mana untuk dapat mengambil
sepeda motor tersebut dilakukan terdakwa dengan jalan membandrek menggunakan
kunci palsu model T,
Perbuatan mana
terdakwa lakukan dengan cara:
Pada hari dan
tanggal tersebut di atas, kira-kira jam 18.00
WIB berangkat dari rumah terdakwa untuk merencanakan akan pergi
jalan-jalan ke Malioboro. Namun di tengah perjalanan tepatnya di depan Toko
Mawar Jl Sultan Agung No.12 terdakwa melihat sepeda motor Honda Tiger AB 3030
BA diparkir tanpa ada petugas parkirnya, timbul niat terdakwa untuk mengambil
sepeda motor dimaksud, kemudian terdakwa membandreknya dengan kunci palsu model
T yang dibawanya dari rumah. Setelah kunci stang maupun kontaknya berhasil
dibandrek lalu sepeda motor tersebut terdakwa hidupkan mesinnya dan terdakwa
naiki ke arah barat melewati Jalan Senopati, belok ke kiri lewat Jl. Brigjen
Katamso terus ke Jl. Parangtritis menjemput saksi Suto yang diajak terdakwa
berboncengan pergi ke pantai Parangtritis. Kemudian terdakwa dan saksi Suar
semalaman berada di pantai Parangtritis dengan sepeda motor Honda Tiger
tersebut. Keesokan harinya Minggu tanggal 13 Januari 1997 sekitar jam 06.00 WIB
sewaktu terdakwa dan saksi pulang dari pantai Parangtritis di Jalan
Parangtritis tepatnya di depan Polsek Kecamatan Sewon terdakwa ditangkap
petugas hingga menjadi perkara ini.
.......Perbuatan
terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 362 KUHP.........
Yogyakarta, 24 Januari 1997
JAKSA PENUNTUT UMUM
(nama jaksa yang bersangkutan)
6. Kemudian hakim menanyakan
kepada terdakwa apakah dia sudah benar-benar mengerti dan memahami apa yang
didakwakan penuntut umum kepadanya. Jika terdakwa belum mengerti, maka hakim
memerintahkan kepada penuntut umum untuk menjelaskan lebih lanjut tentang
hal-hal yang belum dimengerti dan dipahami oleh terdakwa.
7. Apabila terdakwa atau
penasihat hukumnya ingin mengajukan eksepsi atau keberatan, maka setelah pembacaan
surat dakwaan
oleh penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukumnya dapat mengajukan eksepsi
atau keberatan. Terhadap eksepsi atau keberatan tersebut, penuntut umum diberi
kesempatan oleh hakim untuk mengajukan pendapatnya. Atas eksepsi atau keberatan
tersebut hakim mempertimbangkan dan menjatuhkan keputusan.
(Melihat contoh kasus
tersebut, nampaknya tidak ada alasan untuk mengajukan eksepsi atau keberatan).
Keberatan dapat diajukan
terdakwa terhadap beberapa hal, antara lain:
a. Keberatan karena Pengadilan Negeri tersebut
tidak berwenang mengadili, karena kejadian atau tindak pidana yang terjadi
serta terdakwanya tinggal di wilayah hukum Pengadilan Negeri lain.
b. Pengadilan Negeri tidak berwenang mengadili
dan yang berwenang adalah Pengadilan Militer, karena terdakwa seorang anggota militer.
c. Menganggap dakwaan yang diajukan penuntut
umum tidak tepat baik mengenai dasar hukumnya maupun sasaran dakwaan.
d. Apa yang didakwakan kepada terdakwa dianggap
bukan merupakan kejahatan ataupun pelanggaran.
e. Apa yang didakwakan kepada terdakwa pernah
diputus dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
f. Apa yang telah didakwakan kepada terdakwa
telah lewat waktu atau kadaluwarsa.
8. Karena tidak ada eksepsi
atau keberatan dari terdakwa, maka setelah pembacaan surat dakwaan dilanjutkan dengan pemeriksaan
saksi. Yang diperiksa pertama kali adalah saksi korban, yang dalam contoh kasus
di sini bernama Brutu. Hakim ketua memerintahkan kepada penuntut umum untuk
menghadirkan saksi korban. Setelah saksi korban hadir, hakim ketua menanyakan Apakah
saudara bersedia menjadi saksi? Jika bersedia, maka hakim ketua
memerintahkan saksi untuk berdiri diambil sumpahnya. Namun sebelumnya hakim
menanyakan agama yang dianut saksi dan supaya saksi menirukan kata-kata yang diucapkan
hakim berkenaan dengan sumpah tersebut. Pada waktu mengucapkan sumpah, saksi
didampingi oleh rohaniwan. Jika saksi beragama Islam, rohaniwan di belakang
saksi dengan memegang Al-Qur’an yang diangkatkan di atas kepala saksi, dan
kata-kata hakim yang harus ditirukan saksi adalah sebagai berikut: “Demi
Allah saya bersumpah, bahwa saya sebagai saksi, akan memberikan keterangan
dengan benar sebagaimana yang sebenarnya”. Khusus untuk yang beragama
Kristen atau Katolik kata-kata itu adalah sebagai berikut: Saya berjanji,
bahwa saya sebagai saksi, akan memberikan keterangan dengan benar sebagaimana
yang sebenarnya. Semoga Tuhan menolong saya. Tata cara rohaniwan
mendampingi saksi untuk agama yang satu dengan agama yang lainnya berbeda-beda,
misalnya untuk Kristen dan Katolik, tangan kiri saksi diletakkan di atas Injil
yang dipegang rohaniwan dan tangan kanannya mengacungkan dua jari, sedangkan
untuk Hindu dan Buddha kedua tangan
saksi memegang satu dupa. Setelah mengucapkan sumpah, saksi ditanya oleh hakim
identitasnya dan apakah saksi kenal dengan terdakwa ataukah ada hubungan
saudara atau ada hubungan kerja. Kemudian saksi disuruh untuk memberikan
keterangan tentang apa yang dilihat dan didengarnya sendiri. Mengenai
peristiwanya, misalnya sebagai berikut: “Pada hari Sabtu tanggal 12 Januari
1997, saya mengendarai sepeda motor milik saya sendiri yang saya beli dengan
harga Rp8.000.000,00 Honda Tiger Nomor polisi AB 3030 BA, dan kira-kira pukul
19.00 WIB saya berhenti memarkir sepeda motor tersebut di toko Mawar Jalan
Sultan Agung Nomor 12. Posisi kendaraan saya kunci stang. Kemudian saya masuk
toko tersebut untuk membeli kertas HVS, ballpoint, buku tulis, dan pita
printer. Saat saya keluar kira-kira pukul 19.45 WIB saya lihat kendaraan saya
Honda Tiger AB 3030 BA sudah tidak ada di tempat, saya tanyakan kepada
orang-orang yang ada di sekitar toko, semuanya tidak tahu. Kemudian saya
melaporkan hal itu kepada Polisi Sektor Kecamatan Pakualaman”.
9. Hakim ketua maupun hakim
anggota, atas keterangan saksi dapat mengajukan pertanyaan kepada saksi.
Kemudian hakim mempersilakan kepada penuntut umum maupun pembela atau penasihat hukum terdakwa
untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi.
10. Setelah pemeriksaan saksi
korban selesai, kemudian dilanjutkan dengan saksi yang lain, dalam kasus ini
Suar teman terdakwa. Seperti halnya saksi korban, saksi (Suar) ini pun
prosedurnya sama dengan saksi korban. Ia harus mengangkat sumpah atau janji dan
memberikan keterangan tentang apa yang dilihat, didengar dan dialami sendiri berkaitan
dengan peristiwanya. Terhadap saksi ini pun, penuntut umum maupun penasihat
hukum terdakwa dapat mengajukan pertanyaan terhadapnya. Semua keterangan saksi
dapat dicocokkan kepada terdakwa, dan semua keterangan saksi tersebut dilihat
dan didengar oleh terdakwa. Selama pemeriksaan saksi di atas dapat diajukan
pula barang-barang bukti, untuk mencocokkan keterangan yang disampaikan saksi.
11. Setelah pemeriksaan saksi
selesai, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa. Dalam hal ini
terdakwa dimintai keterangannya berkaitan dengan peristiwanya. Jadi keterangan
terdakwa di sini disampaikan setelah pemeriksaan saksi. Terdakwa memberikan
keterangannya setelah ditanya oleh hakim:”Saudara terdakwa, apakah semua
keterangan yang disampaikan saksi-saksi tadi benar?” Terdakwa dapat
membenarkan ataupun tidak, jika tidak ia harus memberikan alasannya. Kemudian
majelis hakim dapat mengajukan beberapa pertanyaan kepada terdakwa berkaitan
dengan peristiwa pidananya. Hakim ketua juga memberi kesempatan kepada penuntut
umum maupun penasihat hukum terdakwa untuk mengajukan pertanyaan kepada
terdakwa. Semua pertanyaan dapat diajukan secara bebas, namun harus berhubungan
dengan perkara yang sedang diperiksa. Pertanyaan yang tidak ada kaitannya
dengan perkara yang sedang diperiksa dapat ditolak oleh hakim. Di sinilah peran
hakim dalam memandu dan memimpin jalannya sidang pengadilan.
12. Setelah pemeriksaan
dianggap selesai oleh hakim, maka hakim ketua mempersilakan penuntut umum untuk
mengajukan tuntutan. Sebelum mengajukan tuntutan, penuntut umum dapat memohon
kepada hakim untuk menunda sidang guna menyusun tuntutannya. Dalam mengajukan
tuntutan, penuntut umum mendasarkan kepada hasil pemeriksaan sidang pengadilan
tersebut, misalnya: “Bahwa berdasarkan atas hasil pemeriksaan saksi-saksi
…..dan barang bukti yang diajukan…, serta keterangan dari terdakwa, terbukti
bahwa saudara terdakwa bernama…, alamat…, usia…dst. (identitasnya) pada hari
Sabtu tanggal 12 Januari 1997 .…dan seterusnya (kronologi peristiwanya)
didukung oleh keterangan saksi Suar yang menyatakan…….,dan keterangan terdakwa
sendiri yang menyatakan……. Untuk itu perbuatan terdakwa tersebut telah
melanggar pasal 362 KUHP. Atas dasar bukti-bukti dan pertimbangan di atas,
penuntut umum mohon kepada majelis hakim untuk menjatuhkan putusan: menghukum
terdakwa dengan hukuman penjara selama 5 tahun”.
13. Setelah penuntut umum
mengajukan tuntutan, kemudian hakim mempersilahkan terdakwa atau penasihat
hukumnya untuk mengajukan pembelaan. Seperti halnya penuntut umum terdakwa atau
penasihat hukumnya dapat memohon kepada hakim untuk menunda sidang guna
mempersiapkan pembelaannya. Penundaan sidang atas dasar kesepakatan dengan
majelis hakim, biasanya dengan memperhitungkan masa penahanan terdakwa.
Pembelaan terdakwa dapat diajukan dengan alasan kondisi terdakwa sendiri yang
terpaksa melakukan perbuatan itu karena terdorong oleh rasa untuk memenuhi
kebutuhan hidup dirinya yang mendesak bila ia mengaku seluruh perbuatan yang
dilakukannya, untuk kemudian memohon kepada hakim menjatuhkan hukuman
seringan-ringannya. Pembelaan terdakwa juga dapat ditujukan melawan dan
melumpuhkan semua dakwaan dan tuntutan pidana yang diajukan penuntut umum, yang
kemudian terdakwa mohon kepada hakim untuk membebaskan dirinya dari segala
tuntutan hukum. Pembelaan dapat diajukan sebagai usaha secara argumentatif
meniadakan kenyataan, peristiwa, dan pembuktian yang diajukan penuntut umum.
14. Setelah terdakwa atau
penasihat hukumnya mengajukan pembelaan, maka penuntut umum dipersilahkan oleh
hakim untuk mengajukan jawaban atas pembelaan terdakwa, dan terdakwa juga
diberi kesempatan untuk mengajukan jawaban atas jawaban pembelaan terdakwa dari
penuntut umum. Jawaban penuntut umum yang diajukan dapat dilakukan untuk
menguatkan tuntutan dan menolak alasan pembelaan terdakwa. Demikian pula
jawaban terdakwa atas jawaban pembelaan terdakwa yang diajukan penuntut umum
dapat berupa menguatkan alasan pembelaan terdakwa.
15. Setelah jawaban dianggap
cukup oleh hakim, maka hakim ketua dapat menutup sidang untuk melakukan
musyawarah majelis hakim guna mengambil putusan. Dengan demikian sidang ditunda
sampai saat yang ditentukan, dan untuk sidang selanjutnya hakim akan membacakan
putusannya.
16. Pada hari dan tanggal yang
telah ditentukan, hakim membuka sidang kembali untuk membacakan putusannya.
“PUTUSAN ”
No.21/Pid/ . . . . /1997/PN.Yk.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Negeri di Yogyakarta yang mengadili perkara-perkara Pidana pada
tingkat pertama, dengan hakim majelis telah menjatuhkan putusan sebagai berikut
di dalam perkara:
Terdakwa: (identitas
diri)
- Dakwaan (sesuai pada surat dakwaan)
Menimbang
- Bahwa….(mengenai fakta dan keadaan yang
diketemukan di persidangan, alat pembuktian, kesimpulan tuntutan pidana dari
penuntut umum, dan pembelaan terdakwa atau penasihat hukumnya)
- Memperhatikan pasal-pasal peraturan
perundang-undangan….
- Hal-hal yang memberatkan dan meringankan…
Mengadili
- (menghukum, membebaskan terdakwa, atau
menyatakan lepas dari segala tuntutan hukum)
- (pembebanan biaya perkara)
- (penentuan barang bukti, dikembalikan ke
pemilik, disita ataukah dimusnahkan)
Demikianlah
putusan tersebut diambil dalam musyawarah Majelis Hakim pada hari . . . tanggal
. . ., oleh kami: . . . sebagai Ketua. .
. ., . . . sebagai Hakim Anggota, putusan mana diucapkan di dalam sidang yang
terbuka untuk umum pada hari . . . tanggal . . . oleh kami Ketua Majelis
tersebut dengan didampingi oleh kedua Hakim Anggota, dibantu oleh . . .
Panitera, dan dihadiri oleh . . . selaku penuntut umum, dan terdakwa.
Setelah putusan
dibacakan, sebelum sidang ditutup hakim ketua memberitahukan kepada terdakwa
tentang segala sesuatu apa yang menjadi haknya, sehubungan dengan
putusan pemidanaan. Hak-hak terdakwa tersebut antara lain:
1. Hak untuk mempelajari putusan.
2. Hak untuk menerima atau menolak putusan.
3. Hak untuk mencabut penyataan menerima atau
menolak putusan.
4. Hak minta penangguhan pelaksanaan putusan
untuk mengajukan grasi.
5. Hak untuk mengajukan banding.
0 komentar:
Posting Komentar